free page hit counter

KALADAN (KEMANA LANGKAHKU, ADA NAMAMU) Part 6

Tepat pukul 18.00 WITA, mereka mulai membersihkan area kemah mereka dari kerikil, dedaunan, dan ranting-ranting kering agar saat beristirahat terasa nyaman, tidak terganggu dengan kerikil yang mengganjal punggung. Meski dalam keadaan sakit, bu Gisa tetap bersemangat membantu Sari yang dengan tawa riang membersihkan area kemah mereka dari kerikil dan ranting-ranting pohon. Ibu Gisa memang seorang ibu yang super, dia berusaha tetap kuat didepan anaknya. Sementara pak Andri mulai mempersiapkan peralatan untuk mendirikan kemah.

Saat-saat bersama sangat disukai Sari. Karena kebersamaan dengan keluarga adalah berkah tersendiri yang tidak bisa diukur dengan uang. Perjalanan itu juga membuat ikatan keluarga mereka semakin hangat. Sari sangat senang karena disetiap petualangannya ayah dan ibunya selalu mendampingi. Kedua orang tua Sari selalu mempercayai dan mendukungnya. Sesekali mereka memang mengarahkan, namun tak sedikitpun ada paksaan yang dirasakan Sari. Contohnya petualangan itu sendiri, kedua orang tuanya mendukung segala keinginannya. Itulah wujud kasih sayang yang diberikan kedua orang tua Sari.

Setelah area bersih, pak Andri pun dengan cekatan menegakkan tongkat tiap kemah mereka. Akhirnya, berdiri tegaklah tempat berteduh mereka malam itu. Tidak terasa, waktu menunjukkan waktunya shalat magrib. Mereka bersiap ke musholla untuk menghadap sang pencipta. Dengan suara sedikit gemetar, ayah melantunkan adzan merdunya. Membuat merinding yang mendengarnya. Adzan magrib kali ini membuat pendengarnya mengingat hal-hal apa saja yang sudah ia lakukan tadi. Semoga saja dapat menyadarkan para pendaki yang merusak lingkungan tadi.

Setelah selesai shalat magrib, mereka tetap di musholla sambil berdzikir hingga selesai shalat isya. Petualangan ini mereka jadikan bukan hanya sebagai sarana pendekatan diri mereka dengan alam tetapi juga sebagai sarana mendekatkan diri mereka dengan Maha Kuasa. Tuhan yang sudah menciptakan alam sedemikian indahnya dan sudah sepantasnya kita bersyukur dengan karunia yang telah DIA berikan.

Saat mereka menuju kemah, cahaya lampu kemah mulai terlihat berbinar-binar. Ya, suasana malam mulai terasa. Suasana sepi namun, hiruk-pikuk di alam bertambah oleh keramaian para pendaki. Sesampainya di kemah, Sari membantu ibunya memasak dengan peralatan kompor gas mini yang sering Sari bawa ketika berkemah di sekolah. Malam ini Sari dibantu ibunya membuat masakan spesial untuk ayahnya. Saat para pendaki lain memasak mie instan, mereka justru merebus telur dan kentang. Ibu Gisa memang anti sekali dengan makanan instan apalagi mie instan. Bu Gisa berusaha sebisa mungkin menyajikan makanan yang sehat dan bergizi untuk keluarganya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *