KALADAN (KEMANA LANGKAHKU, ADA NAMAMU) Part 3
Selain menyiapkan makanan, keluarga mereka juga menyiapkan fisik dengan berolahraga lari mengitari komplek perumahan mereka. Mereka berolahraga bukan karena hanya ingin mendaki saja, olahraga lari memang mereka lakukan setiap pagi agar tubuh tidak mudah lelah.
Selepas waktu zuhur, pak Andri mulai menghidupkan kendaraan kesayangannya yang siap membawa mereka menuju bukit pendakian. Tepat pukul 14.00 WITA, mereka berangkat. Mungkin untuk beberapa orang, malu jika 3 orang berpergian menggunakan kendaraan. Tapi bagi keluarga Sari, momen ini justru memiliki cerita unik sendiri. Kalian tentu belum pernah merasakan bagaimana duduk diapit oleh kedua orang tua. Mungkin dalam bayangan terasa sesak tapi, bukan itu yang terasa melainkan kehangatan keluarga.
Ayah Sari dengan gagahnya mengendarai kendaraan yang sekali-sekali menyentuh kaki Sari khawatir anak itu akan tertidur. Sedangkan ibu Sari memeluk erat Sari agar anaknya itu tidak kedinginan oleh deru angin kota. Kehangatan ini mungkin tidak akan dirasakan oleh mereka yang berpergian menggunakan mobil. Walaupun sebernarnya kalimat itu hanya sebagai penghibur hati bagi yang belum memiliki mobil.
Rute perjalanan mereka cukup mudah, setelah bertemu Bundaran Simpang Empat Banjarbaru, mereka lurus menuju arah Riam Kanan, lurus hingga pelabuhan di desa Tiwingan Lama. Dari pelabuhan Tiwingan, mereka masuk ke area perumahan penduduk dan melewati jembatan gantung. Tepat di ujung jembatan, itulah gerbang utama atau dermaga sekaligus batas akhir menggunakan kendaraan. Karena selepas itu perjalanan hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki.
Pukul 15.00 WITA mereka sampai di dermaga. Kemudian kendaraan kesayangan itu, mereka titipkan atau parkir di perkampungan warga sekitar. Itu sudah hal biasa bagi pendaki yang ingin mendaki bukit Matang Kaladan, yaitu kendaraan mereka harus dititipkan di rumah warga. Tidak lupa mereka membayar uang retribusi masuk sebesar 3.000 rupiah per orang. Setelah itu baru memulai pendakian. Di sana tidak ada pos-pos sebagai tempat penitipan kendaraan ataupun penamaan untuk dermaga karena tempat itu merupakan pendakian bukit bukan pendakian gunung. Seandainya pendakian gunung mungkin di sana akan ada pos-pos sebagai tempat persinggahan dari trek yang satu menuju trek berikutnya seperti pendakian gunung semeru. Tetapi kalian tidak perlu khawatir, karena di sana ada banyak sekali petunjuk arah jadi, tidak akan kesasar dan kalaupun bingung, kalian bisa bertanya pada penduduk sekitar yang sangat ramah pada para pendaki.
Sebelum memulai perjalanan, mereka melepas lelah terlebih dahulu yang dilanjutkan dengan menunaikan kewajiban mereka sebagai muslim. Diawali dengan doa bersama, pukul 16.15 WITA mereka memulai pendakian menuju puncak bukit Matang Kaladan. Lama pendakian berbeda-beda setiap orangnya, tergantung stamina dan pengalaman dari masing-masing individu. Namun, rata-rata pendaki hanya membutuhkan waktu 30 menit untuk mencapai puncak bukit yang memiliki view sangat memukau.
Mencapai puncak bukit Matang Kaladan bukanlah hal yang mudah, perlu sedikit perjuangan. Karena kalian harus menyiapkan fisik dan peralatan tertentu demi menaklukkan bukit yang kemiringannya
mencapai 60 derajat dan untuk mencapainya harus berjalan melalui jalan setapak sepanjang 700 meter. Tidak hanya medannya saja yang terjal, hembusan
angin darat juga siap mengganggu pendakian. Tidak heran jika ada banyak pendaki yang sering menyerah.
Ada dua jalur menuju puncak bukit Matang Kaladan, yaitu jalur pertama merupakan jalur yang lebih cepat. Kalian akan menemukan jalan setapak yang sebagian dipasangi anak tangga dan mengandalkan akar pohon yang ada sebagai pegangan. Lalu sebelum sampai di puncak, jalur mulai lebih curam dan kalian akan menemukan susunan ban bekas berwarna-warni untuk berpijak. Jalur ini
memang cepat, tetapi relatif lebih susah untuk dilalui karena agak curam dan tidak tertutupi pepohonan sehingga cukup terik.
Jalur kedua merupakan jalur yang lebih landai dengan suasana hutan pinus. Jalur ini cocok sekali untuk pendaki yang ingin merasakan suasana seperti menjelajah hutan walaupun sebenarnya memang berada di hutan, bedanya terdapat jalan setapak yang mengarahkan kita hingga ke puncak. Namun, di jalur ini pendaki perlu berhati-hati karena akan ada kendaraan roda dua yang berlalu lalang. Rupanya di sana
tersedia jasa antar jemput ojek untuk naik dan turun ke puncak bukit Matang Kaladan dengan biaya 20.000 rupiah untuk sekali jalan naik atau turun.
Sudah bisa dipastikan jalur yang dipilih keluarga Sari adalah jalur kedua agar mereka bisa lebih menyatu dengan alam dan merasakan petualangan di hutan yang sesungguhnya. Meski tidak mudah dengan trek yang cukup curam, setapak demi setapak kaki mereka langkahkan sambil berpegangan pada tali yang sudah disediakan untuk para pendaki oleh warga di sana agar tidak terpeleset.