free page hit counter

Pekerja usia anak fenomena sosial sepanjang jalan kota

Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis, dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.

Secara hukum, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut sudah sesuai dengan asas-asas hukum yaitu asas kemanfaatan dan keadilan. Hukum tersebut sudah sangat sesuai dengan aspek kemanfaatan, yaitu undang-undang tersebut memiliki manfaat yang besar dalam rangka meningkatkan peran anak di Indonesia. Kemanfaatan tersebut dapat dilihat dari isinya yang mana mengatur hak-hak anak yang membebaskan anak untuk tetap berekspresi sesuai dengan biologis, kecerdasan, dan fisiknya. Sedangkan untuk aspek keadilan nya, hukum tersebut sangatlah adil dalam rangka memberikan peran anak di Indonesia. Sesuai dengan UUD 1945 Tentang menjamin kehidupan berbangsa dan bernegara seseorang termasuk anak. Peran undang-undang tersebut memberikan keadilan pada anak secara khusus karena anak membutuhkan jaminan yang kuat apabila terjadinya pelanggaran-pelanggaran kemanusiaan yang menimpa mereka.

Artinya, dapat disimpulkan bahwa upaya negara dalam rangka memenuhi hak anak di Indonesia sudah sangat kuat melalui dasar hukum tersebut. Tetapi tetap saja kekerasan di Indonesia masih saja sering terjadi di beberapa wilayah diantaranya, LPA mendata kekerasan terhadap anak paling banyak terjadi di Provinsi Aceh dengan jumlah 452 kasus. Bahkan pada tahun 2019, kekerasan anak menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memaparkan pada Januari hingga Oktober 2019, angka kasus kekerasan seksual pada anak di sekolah meningkat. KPAI mencatat, terdapat 17 kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan dengan korban 89 anak, terdiri dari 55 perempuan dan 34 laki-laki.

Faktor-faktor tersebut bukan lah disebabkan dasar atau aturan hukum yang lemah, tetapi ada faktor pendorong yang membuat fenomena pekerja anak tetap terjadi tersebut tetap terjadi. Beberapa alasan kuat menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak yaitu Ibu I Gusti Ayu Bintang Darmawati tentang kekerasan pada anak di Indonesia disebabkan karena budaya patriarki yang masih kental sehingga beranggapan bahwa anak merupakan ranah rumah tangga yang tidak dapat diikut campuri oleh pihak lain termasuk negara. (pendapat dinas terkait terhadap fenomena ini).

Selain itu, faktor-faktor yang mendorong kekerasan pada anak yang paling kuat adalah permasalahan ekonomi. Tingkat ekonomi pada suatu rumah tangga sangat mempengaruhi sikap dan perilaku keluarganya dalam mendidik anak. Seringkali ekonomi dijadikan alasan kuat terhadap perilaku kekerasan orang tua kepada anaknya. Sekian dari banyaknya kasus yang terjadi, implementasi dari Undang-Undang Perlindungan Anak masih belum efektif oleh instansi yang terkait. Koordinasi antara Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di masyarakat dan lembaga pemerintah belum berjalan efektif. (NH/IAN)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *