MATI BUKAN SEBAB KEHAUSAN
Holla, Sobat Damai yang ada diseluruh Nusantara.
Selamat Hari Kelautan Nasional.
Kali ini aku akan membawakan sebuah cerita mini yang akan kita jadikan sebagai pelajaran hidup bersama-sama.
MATI BUKAN SEBAB KEHAUSAN
Hidup di pesisir pantai bukan berarti selalu menjadi sebuah keberkahan jika tidak menjaganya dengan baik. Hidup dipesisir pantai bukan semata sebagai awal yang baik namun juga sebagai mimpi buruk bagi sebuah keluarga yang berada pada kondisi menengah kebawah dimana semua yang akan masuk kedalam tubuhnya merupakan hasil jerih payahnya selama ini.
Ia, Amin. Seorang nelayan disebuah pesisir pantai yang hidup sendiri. Bukan ia tak punya sanak saudara, namun kehidupannya mengharuskan ia untuk tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, jauh dari orang terdekatnya yang tinggal dikaki gunung sebuah pedalaman. Semua seolah baik-baik saja ketika setiap hari ia memakan ikan hasil tangkapannya dilaut. Selama 5 tahun terus berjalan tanpa henti, air minum yang digunakan merupakan air laut yang sudah disuling hingga menjadi tawar, namun siapa yang akan menyangka jika semua yang terlihat baik-baik saja merupakan awal yang menyakitkan.
“Bang, saya akhir-akhir ini sering sakit perut yaa” ucap Amin pada salah seorang tetangga yang ada disebelah rumahnya.
“Salah makan kali, Min” jawab orang tersebut. lelaki seumuran Amin.
“Mungkin kali ya, Bang,” jawabnya lesu.
Selang beberapa hari setelah itu, Amin masih merasakan tidak nyaman pada perutnya sehingga ia harus segera pergi ke kota untuk berobat karena di daerah sekitarnya belum ada tepat pengobatan secanggih di kota.
“Dokter, saya merasa akhir-akhir ini perut saya terasa sakit dan sangat tidak nyaman. Padahal saya selalu makan seperti biasanya” Ucap Amin sembari engelus perutnya yang masih merasa tidak nyaman.
“Bagaimana jika melakukan tes saja untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat?” Tanya dokter meminta pendapat karena ia juga merasa khawatir dengan pasiennya yang masih terbilang cukup muda untuk mengejar masa depannya.
Amin hanya mengangguk bahwa ia setuju.
Amin berharap bahwa semua akan baik-baik saja karena masih banyak harapan yang belum ia gapai terutama untuk memperbaiki keuangan sanak saudaranya yang jauh diujung sana. Namun, hasilnnya menyadarkannya bahwa selama ini, yang terlihat baik-baik saja ternyata membawa petaka. Makanan yang selama ini ia konsumsi mengandung banyak polutan sehingga bersarang ditubuhnya menjadi penyakit. Ia akan mati bukan karena ia kehausan, namun ia akan mati karena terlalu banyak minum dan makan yang mengandung banyak polutan.
Lalu? Apa yang harus ia lakukan selanjutnya? Bagaimana ia harus memulai dan memperbaiki semuanya? Agar tidak ada korban lain selain dirinya?
Termenung hingga ia mulai bangkit dan berjalan, semua tidak akan baik-baik saja jika bukan dirinya yang memulai untuk memperbaiki keadaan lautnya dari hal-hal kecil yang berdampak besar.
###
Save the sea and save the world.
Save the Ocean and save your life.
Pernah Sobat Damai mendengar kalimat tersebut?
Hari ini sudah berapa juta plastik dan sampah yang ada dipesisir pantai?
Sudh berapa plastik dan sampah yang sobat temukan di muara sungai?
Dan sudah berapa plastik dan sampah yang sobat damai temukan saat berjalan menyisiri tebing untuk merilekskan tubuh?
Sekarang laut kita sedang tidak baik-baik saja, laut kita sedang berada pada masa kritis yang akan membawa penyakit bagi generasi mendatang.
Air kita telah tercemar dan laut kita telah ternodai.
Lalu? Apakah kita akan berdiam saja?
Menunggu air yang biasa kita gunakan tidak berguna lagi?
Mari sama-sama melakukan hal kecil untuk perubahan yang besar. (Zu/AJP)