KALADAN (KEMANA LANGKAHKU, ADA NAMAMU) Part 1
Dia berbeda dari anak usia SD kebanyakan. Disaat anak seusianya meminta mainan, bermain di wahana permainan terbaru, maupun menonton film kartun favorit kepada orang tua, dirinya justru mengajak kedua orang tuanya untuk berlibur bersama. Bukan tempat liburan yang didatangi menggunakan pesawat kelas bisnis dan tinggal di hotel yang berada di pinggir pantai dengan pelayanan mewah maupun liburan ke luar negeri untuk menikmati butiran salju atau sekedar menikmati guguran bunga sakura.
Liburan yang dia inginkan adalah bertualang. Menjelajahi setiap jengkal keindahan alam di daerah tempat tinggalnya yang menurutnya itu surga dunia. Baginya, alam dengan dirinya tak bisa dipisahkan karena alam membuat dia belajar banyak hal tentang bagaimana hidup yang pastinya tidak dapat dirasakan ataupun dimiliki anak seusianya.
Alam mempunyai tempat tersendiri dihatinya. Baginya alam memberikan kenyamanan tersendiri yang belum tentu dia dapatkan di kota. Kegiatan di alam memang melelahkan, bahkan temannya sendiri Rani sering berkicau padanya, “Ngapain sih capek-capek naik bukit, bawaan berat, kadang kepanasan dan kehujanan. Lebih baik ke Mall aja beli mainan, makan atau bermain di arena permainan, dan yang pasti di sana adem”. Dengan wajah datar dia hanya menjawab, “Maaf, kesenangan itu bukan melulu soal main”. Dia ingin merasakan kesenangan jiwa dan raga. Bukan hanya untuk kesenangan raga, jiwa seseorang itu punya ruh. Coba kalian rasakan saja jika berada di puncak bukit, kalian pasti akan merasa bukan apa-apa. Kalian kecil, jika melihat betapa indahnya ciptaan Tuhan.
Atas dasar pemikiran itu terkadang membuat orang lain menganggap dia anak yang berbeda. Itulah kebiasaan di Indonesia, jika kita tidak bisa mengikuti arus yang ada, maka kita akan selalu dianggap berbeda. Padahal berbeda bukan berarti salah, tertinggal, maupun lemah. Karena dunia ini rasanya pasti akan sangat membosankan kalau hanya diisi dengan keseragaman bukan keberagaman.
Sari, namanya. Seorang siswa kelas V SDN 2 Guntung Payung. Satu dari ratusan siswa yang memilih jalur berbeda dari kebanyakan siswa di sekolahnya. Siswa seusia Sari pastinya lebih asyik menikmati perkembangan zaman, sementara dia lebih tertarik dengan alam terutama di daerah tempat tinggalnya, Banjarbaru. Sari yang menyukai petualangan terutama naik dan turun bukit ini, sungguh beruntung memiliki kedua orang tua yang selalu mendukung dan selalu mendampinginya dalam setiap petualangannya.
Sari terlahir dari keluarga yang sederhana. Ayahnya bernama pak Andri, seorang karyawan swasta di sebuah perusahaan. Ibunya, ibu Gisa hanya ibu rumah tangga biasa. Kedua orang tua Sari hanya lulusan SMA, namun cara mereka mendidik Sari sungguh luar biasa. Meskipun Sari anak tunggal, mereka tidak pernah memanjakan Sari. Hal itu terbukti dari bagaimana mereka membiarkan Sari mendaki bukit tanpa menggendongnya, sungguh luar biasa. Selain itu, kedua orang tua Sari juga sosok orang tua yang selalu mendukung setiap kegiatan ataupun mimpi anaknya. Menurut mereka, selama anak mereka memiliki mimpi, maka orang tua wajib mendukung dan mendampinginya hingga dia mampu meraih mimpi itu.