Cerpen Pt. 5 Sopir Ganjil
Soto ayam yang kami pesan, sudah tandas lima menit yang lalu. Sebenarnya, aku ‘tak terbiasa minum air putih setelah makan, minimal teh es deh, sayangnya keduluan Sagara memesankan minuman. Tapi ‘tak apa, toh juga aku ditraktir. Air putih ini minuman favoritnya, katanya.
Kami beranjak dari meja makan, menuju parkiran. Mendapati sopir yang sedang celingak-celinguk memperhatikan ban. Firasat buruk muncul di pikiran. Ah! Benarkan. Taksi itu mengalami kebocoran ban. ‘Tak tanggung-tanggung ban depan satu, ban belakang satu. Sopir itu menatap kami dengan melas, menyiratkan permintaan maaf. Penumpang yang tersisa hanya berempat, aku, Sagara, dan sepasang suami istri yang masih muda. Sagara membantu mengemasi barangku, aku sudah muak dengan hari ini. Hanya bisa terduduk lemas di pinggir ban taksi.
Kelihatannya, sopir itu sedang menelpon seseorang. Mengisyaratkan pada lawan bicara bahwa ia butuh bantuan, karena tidak hanya ban yang perlu perbaikan, penumpang juga butuh diselamatkan. Sopir memberitahukan bahwa temannya akan datang menjemput kesini, dan akan mengantarkan kami sampai ke tujuan, dengan syarat menambah tujuh puluh ribu. Kami protes, padahal harusnya sudah menjadi tanggungjawab bagi sopirnya, sempat-sempatnya mencari keuntungan dalam kesempitan. Sopir itu hanya pasrah, katanya kalau ‘tak mau menambah, lebih baik tunggu sampai besok pagi saja, sambil bermalam menemaninnya, menunggu bengkel buka. Berat hati kami menyetujui, yasudahlah yang penting bisa diangkut. (US/IAN)