Cerita 17-an Bagian 1
(BERJUANG ATAU TERPAKSA BERJUANG)
Awahir baru saja sampai depan rumah, pulang dari tempat kerja. Tiba-tiba ada suara yang mencegahnya untuk memasuki pintu rumahnya.
“Awahir, sore ini kamu umumkan di langgar, bahwa kita hari ini habis sholat ashar harus mengadakan rapat untuk persiapan lomba 17-an di komplek kita.” Kata pak RT beruara agak nyaring dari depan rumah beliau.
Awahir termenung berpikir beberapa saat mencari-cari alasan penolakan. ‘kalau aku yang mengumumkan, artinya aku yang harus bertanggung jawab. Aku males berurusan dengan ketua RT yang…’ kalimat itu terlintas dalam benak Awahir. Beberapa saat kemudian, dia menjawab.
“Kita akan rapat dimana? Saya ragu akan banyak anak-anak komplek yang akan datang kalau dadakan seperti ini. Dan kalau pun saya umumkan sekarang, saya hanya bisa mengumumkan tanpa bisa ikut pada saat rapat.”
“Tempat rapatnya disini, dirumah saya. Yang penting kamu umumkan dulu, sisanya saya yang atur. Kalau kamu berhalangn ikut rapat, nggak papa.” Sahut Pak RT.
Awahir pun berangkat menunju langgar di komplek rumahnya untuk mengumumkan apa yang pak RT suruh. Dia melakukan pengumuman di dua tempat, langgar depan dan langgar belakang. Komplek tempat Awahir tinggal memang cukup luas.
Setelah pengumuman disampaikan, Awahir kembali menuju rumahnya. Dia duduk di depan rumah sambil termenung, menimbang-nimbang. Apakah dia harus ‘sok sibuk, kabur dan pergi menghilang’ supaya terhindar dari tanggung jawab sebagai calon panita lomba 17-an di kompleknya.
Mengapa Awahir yang mengumumkan terkait lomba 17-an? Yang pertama karena rumah Awahir dan pak RT itu bersampingan. Kedua karena Awahir adalah pemuda tertua yang belum menikah. Ketiga, anggap saja karena Awahir beruntung mendapat kepercayaan.
Beberapa saat kemudian melihat satu orang anak komplek yang datang naik sepeda listrik. Anak itu seumuran Awahir, teman Awahir kedari kecil, anak-anak komplek menyebutnya Abang. Abang adalah seorang penyandang distabilitas intelektual, setiap tahun Abang selalu terlibat sebagai panita lomba 17-an. Semangatnya sebagai panita lomba 17-an tidak perlu diragukan lagi.
Abang menghampiri Awahir dan dia berkata “Lombanya ada apa-apa saja Awahir?”
Dengan sabar Awahir menjawab “masih belum tahu, kamu ada usulan?”
“Hehe… belum tahu jua aku” jawab Abang dengan dengan tatapan kosong.
Tak lama datang dua orang anak komplek yang masih SMP.
“Mana lagi orangnya kak? Apakah rapatnya sudah selesai” kata salah satu dari mereka.
“Belum juga mulai” sahut Awahir.
Dalam batinnya Awahir berkata ‘kalau 30 menit lagi tidak ada orang lain yang datang. Aku akan tetap menjalankan lomba 17-an’. Dan akhirnya 30 menit berlalu…
BERSAMBUNG…. (DIL/AJP)