BHINNEKA-KU : APLIKASI PENANAMAN NILAI PLURALISME PADA SISWA PAUD & SEKOLAH DASAR GUNA MENCAPAI INDONESIA DAMAI
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman, mulai dari budaya, bahasa, suku, ras, hingga agama. Selain itu, kekayaan juga terlihat dari sumber daya alamnya yang melimpah ruah. Tentu saja keberagaman tersebut merupakan elemen utama yang wajib kita jaga melalui persatuan bangsa. Sebagaimana semboyan negara kita yaitu “Bhinneka Tunggal Ika; Berbeda-beda Tetap Satu Jua”, yang menekankan bahwa perbedaan bukanlah sebuah hambatan dalam menciptakan persatuan.
Namun, sangat amat disayangkan status quo menunjukkan bahwa penerapan semboyan tersebut hanyalah omong kosong belaka. Berbagai isu keberagaman masih menjadi lingkaran setan di negeri ini. Hal tersebut tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh pemahaman kuno yang masih berkembang di masyarakat, antara lain etnosentrisme, ekstrimisme, hingga rasisme. Tidak hanya itu saja, di era digital seperti saat ini isu-isu tersebut juga memenuhi media sosial. Berdasarkan survei sebanyak 88,4% masyarakat di Indonesia melakukan perbincagan mengenai SARA melalui media sosial (Masyarakat Telematika Indonesia, 2019). Tentu saja hal tersebut cukup mengkhawatirkan karena media sosial telah menjadi bagian dari kita yang memiliki pengaruh sangat besar di seluruh bidang kehidupan masyarakat (Workman, 2014).
Melihat uraian permasalahan di atas tentunya cukup menyedihkan. Bagaimana tidak, padahal selama dua belas tahun wajib belajar pembahasan mengenai toleransi terhadap perbedaan sudah diajarkan melalui mata pelajaran PPKn. Bahkan beberapa perguruan tinggi pun menghadirkan mata kuliah pendidikan Pancasila. Namun, ternyata pengimplementasian nilai-nilai Pancasila cenderung diabaikan dan hanya sebatas hafalan. Dengan demikian, penulis menilai ada yang salah mengenai pengajaran nilai-nilai Pancasila yang hanya diajarakan sebatas untuk hafalan dibandingkan pengimplementasiannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu penulis yakin perlu adanya pembenahan terhadap sistem pembelajaran yang harus ditekankan pada pengimplementasian nilai moral dibandingkan mengejar nilai kognitif semata. Pembenahan ini harus dilakukan sedini mungkin, terutama bagi siswa sekolah dasar. Penulis yakin pada masa tersebut kapasitas otak anak-anak yang digunakan sudah mencapai 70-80%. Alhasil, pada masa tersebut, anak-anak sangat mudah menyerap informasi yang didapatkannya (Zita Anjani, 2016).
Berdasarakan uraian permasalahan di atas penulis berinisiatif untuk membentuk sebuah aplikasi “Bhinneka-ku”. Pembuatan aplikasi didasarkan dari pola kehidupan manusia yang saat ini banyak menggunakan ponsel pintar. Aplikasi ini ditujukan bagi siswa PAUD dan Sekolah Dasar. Kedua tingkatan tersebut dipilih berdasarkan fakta di lapangan di era digital seperti saat ini mereka telah memiliki kemampuan dalam menggunakan telepon pintar dan usia tersebut merupakan waktu yang tepat dalam menanamkan nilai-nilai moral sejak dini. Selain itu, pemilihan juga didasarkan dari hasil survei Indikator Politik Indonesia yang menyatakan sebanyak 98% setuju apabila mata pelajaran PPKn diajarakan sejak dini. Dimana 82,3% menyatakan PPKn sebaiknya diajarakan sejak SD dan 9,5% setuju untuk diajarkan sejak PAUD (Indikator Politik Indonesia, 2021). Survei tersebut dilakukan terhadap masyarakat berusia 17-21 tahun.
Aplikasi Bhinneka-ku digunakan sebagai penunjang pembelajaran PPKn yang bertujuan untuk menanamkan semangat kebhinnekaan sejak dini. Dalam aplikasi tersebut terdapat beberapa fitur, yaitu:
a. Games Cerita
Fitur ini hadir sebagai penanaman nilai-nilai Pancasila yang dihadirkan melalui cerita yang disajikan dalam bentuk games adventure. Konsep ini dipilih mengingat diusianya anak-anak sangat senang untuk belajar sambil bermain. Selain itu, didasarkan juga terhadap teori jarum suntik hipodermik yang merupakan salah satu model komunikasi linear yang menitikberatkan pada kekuatan pengaruh media terhadap khalayak.yang mana media memiliki peran terhadap khalayak (Harold Lasswell, 1920). Relevansi teori ini dengan inovasi yang penulis tawarkan diharapkan dapat mempengaruhi dan menyuntik pemikiran anak tentang keberagaman melalui games cerita yang dimainkan.
Dalam games ini penulis menghadirkan dua maskot utama yaitu Eko dan Ayu serta tokoh-tokoh lainnya yang akan disajikan dalam karakter yang beragam sebagai representasi bangsa Indonesia. Selain itu, games cerita dihadirkan dalam berbagai macam topik yang menarik dan memiliki nilai moral yang luar biasa. Topik-topik cerita akan terupdate setiap bulannya agar siswa dapat mempelajari banyak nilai pluralisme dari aplikasi ini.
b. Fakta Indonesia
Fitur ini hadir untuk menambah wawasan kebangsaan para siswa. Disajikan dalam bentuk animasi unik dan mudah dipahami, sehingga para siswa tidak akan bosan untuk mencari tahu lebih dalam lagi fakta Indonesia. Wawasan Kebangsaan sangat identik dengan Wawasan Nusantara yaitu cara pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006). Dengan begitu maka persatuan dan kesatuan Indonesia dapat terjaga dan terbentuk sejak dini.
c. Lagu Nasional dan Daerah
Fitur ini hadir untuk meningkatkan wawasan siswa terhadap lagu kebangsaan dan daerah, serta membuktikan kepada siswa betapa beragamnya budaya hingga bahasa yang Indonesia miliki.
Penulis optimis aplikasi ini dapat diterapkan dalam penanaman nilai pluralisme pada siswa PAUD maupun sekolah dasar karena perkembangan revolusi digital di Indonesia yang ditandai dengan berkembang pesatnya kemajuan teknologi. Selain itu, ter-digitalisasi-nya berbagai sektor kehidupan juga menjadi dasar hadirnya inovasi ini.
Dengan demikian, penulis berharap Aplikasi Bhineka-ku dapat menanamkan nilai pluralisme dan mengubah cara pandang siswa terhadap perbedaan sedini mungkin. Sehingga perbedaan dan persatuan akan saling bersinergi membangun Indonesia yang damai dan tentram. Indonesia satu, Indonesia maju!
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ristianto, C. 2019. Moeldoko Sebut 88,4 Persen Masyarakat Bicara SARA. Kompas. Diakses tanggal 21 September 2021 melalui https://nasional.kompas.com/read/2019/02/11/14500141/moeldoko-sebut-884- persen-masyarakat-bicara-sara-di-medsos
Simamora, M. 2021. Survei: Anak Muda Ingin Pendidikan Moral Pancasila Diajarkan Lagi. Kumparan. Diakses pada tanggal 21 September 2021 melalui https://kumparan.com/kumparannews/survei-anak-muda-ingin-pendidikan-moral- pancasila-diajarkan-lagi-1vOmzyjT71u/full
Ibnu. 2016. Anak-Anak Pengguna Internet Terus Bertambah. Kominfo Diakses pada tanggal 23 September 2021 melalui https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/6744/AnakAnak+Pengguna+Intern et+Terus+Bertambah/0/sorotan_media
Wawasan Kebangsaan (4 Konsesus Dasar Berbangsa Dan Bernegara). Kesbangpol. Diakses pada tanggal 23 September 2021 melalui https://kesbangpol.bantenprov.go.id/id/read/bidang-bina-ideologi-dan- wawas.html
Tresnady, T. 2016. Kecerdasan Anak Ditentukan Pada Masa Keemasan Ini. Suara. Diakes pada tanggal 23 September 2021 melalui https://www.suara.com/health/2016/08/06/191813/kecerdasan-anak-ditentukan- pada-masa-keemasan-ini