Bapandung, Seni Tutur Kalimantan Selatan yang Hampir Punah
Ketika generasi Z dan generasi Alpha mendengar kata ‘Bapandung”, mungkin terdengar sebagai suatu kata yang asing bahkan mungkin mereka baru pertama kali mendengar kata tersebut. Tak perlu heran, karena bagi sebagian para generasi milenial pun, kata tersebut mulai terdengar asing. Bapandung sendiri merupakan salah satu kesenian tutur atau bercerita khas Kalimantan Selatan yang semakin hari mulai luntur akibat perkembangan zaman yang menghadirkan berbagai kesenian baru dan modern.
Bapandung sendiri memiliki kata dasar Pandung yang artinya menirukan tingkah laku manusia bahkan hewan. Jadi, kesenian tutur bapandung ini adalah kesenian bercerita monolog dengan menggunakan bahasa Banjar yang mana pemain selain bercerita juga menirukan tingkah laku tokoh yang ada di dalam cerita secara bebas. Maksudnya bebas di sini adalah bisa menggunakan kostum dan properti tambahan, bisa juga menggunakan pakaian biasa sehari-hari saja. Itulah ciri khas seni Bapandung ini dibandingkan seni tutur lainnya. Bukan hanya keterampilan bercerita yang ditunjukkan, melainkan juga keterampilan menirukan tingkah laku seseorang.
Akan tetapi, karena perkembangan zaman, seni Pandung ini mulai luntur bahkan seniman Bapandung pun yang tersisa di Kalimantan Selatan hanya satu orang, yaitu Abdussyukur Mh. Menurut cerita beliau, seni Bapandung ini merupakan kesenian yang berusia cukup lama dan hampir sepadan dengan Mamanda. Selain itu, kesenian ini memerlukan keterampilan yang mumpuni dari pemain karena dalam menampilkan kesenian Bapandung cukup rumit dan hanya dimainkan oleh satu orang tetapi harus siap memerankan aneka peran. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa kesenian Bapandung ini mulai punah.
Ciri khas lainnya yang menjadi keunikan tersendiri dari seni tutur Bapandung ini adalah sang pemain atau yang biasa disebut Pamandung, kerap menggunakan kostum berlapis-lapis untuk mempermudah pergantian peran saat memerankan aneka peran tadi. Kemiripan seni Bapandung ini dengan Stand Up Comedy yang notabene merupakan budaya barat, membuat generasi muda sekarang lebih tertarik untuk mengenal dan belajar seni tersebut dibandingkan dengan Bapandung. Tetapi pelaku seni Bapandung tidak diam saja, beliau juga berusaha melakukan berbagai upaya seperti program “Seniman Masuk Sekolah”, diadakannya workshop dan lomba Bapandung. Dan upaya tersebut sebenarnya sudah menghasilkan beberapa bibit-bibit Pamandung baru. Namun, yang menjadi kendalanya adalah bibit-bibit baru tersebut belum totalitas. (ZR/IAN)