Tersandung Permata
“yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin” nyanyi salah satu diantara mereka .
“Suara lo bagus, namun alangkah bagusnya jika suara lo nggak digunain buat nanyi” balas salah satu dari mereka. Ia memang pendiam, namun jika bersuara maka pedasnya akna mengalahkan bon cabe level 50.
“PMS aja lo tiap hari, nggak dikasih duit sama emak lo?” Tanya Rian, orang yang tadi bernyanyi.
“Dia mah nggak dikasih duit juga punya duit, lah elo dikasih duit masih aja minta!” sarkas salah satu dari teman mereka yang bernama Ari.
Mereka memang tidak pernah absen dari berdebat setiap kali bertemu, namun dari perdebatan secara langsung inilah yang sesungguhnya mengeratkan pertemanan mareka sejak 10 tahun yang lalu. Terlahir menjadi seorang yang dermawan memang nasib mereka sehingga penghasilan yang mereka terima setiap bulan selalu saja kurang dikepala mereka.
Katanya memiliki cita-cita menjadi orang kaya adalah kewajiban, menjadi malas adalah keharusan agar mereka tidak perlu banyak gerak untuk mendapatkan uang, namun duinia memang tidak seindah alam mimpi, buktinya saja profesi Ari sebagai dokter bedah menyulitkannya untuk memiliki banyak waktu luang bersama teman-temannya. Sedangkan Rian yang memiliki profesi sebagai psikolog namun juga memerlukan psikolog karena sikapnya yang sangat tidak mencerminkan seorang psikolog membuatnya terlihat sangat santai diantara Ari dan Dion. Hanya Dion seorang yang memiliki pekerjaan sebagai freelancer, dimana ada lowongan pekerjaan disitu ada ia. Namun tidak memperlihatkan bahwa ia seorang pengangguran karena dibalik itu ia juga seorang pengusaha social.
“Dion masih aja diam, kurang berapa uangnya?” Tanya Ari.
“Masih setengahnya, nggak cukup buat membangun fondasi rumah,” jawan Dion.
“Baik banget sih punya teman, mau bikini gua rumah, sekalian aja beliin mas kawin buat Rian” celetuk Ari.
“Mulut, udah tahu itu rumah buat korban bencana, masin aja bercanda” kesal Rian.
Mereka sama-sama terdiam ketika mendapatkan pancaran benda yang menyilaukan mata.
“Apaan tuh? Kurang ajar banget sih buat beling di pantai, kalo keinjak kan bahaya,” kesal Rian kembali.
Dion tanpa berbicara terus berjalan mendekati pancaran benda seperti beling tersebut untuk berbaik hati menyingkirkannya. Namun ternyata setelah memnagmbilnya, ia terkejut bahwa benda tersebut bukan beling melainkan sebuah permata yang cukup mahal. Apa yang akan ia lakukan terhadap permata tersebut?
Bersambung ….