Egalitarianisme: Menghapus Stigma Mayoritas dan Minoritas
Keberagaman di Indonesia adalah salah satu hal yang membuat bangsa ini menjadi bangsa yang besar dengan budaya dan etinitas agamanya. Hal satu ini tidak akan pernah bisa dipisahkan dari konsep Indonesia sendiri karena memang keberagaman adalah dasar adanya kebutuhan bersama akan terjalinnya kelangsungan hidup bernegara. Etnis yang beredar di Indonesia pun beragam serupa dengan keberagaman pulau yang menyusun bentangan menakjubkan Merauke hingga Sabang di ujung barat.
Arti Sebuah Bangsa
Persepsi dan pengertian bangsa sendiri ditafsirkan beragam oleh para tokoh besar di dunia. Presiden pertama Indonesia Ir. Sukarno biasanya mengartikan bangsa berdasarkan perkataan tokoh Otto Bauer. Ia mengartikan bangsa sebagai sebuah komunitas yang memiliki karakter tersendiri dan terus berkembang menurut pengalaman hidup bersama.
Pengertian bangsa juga didefinisikan berbeda dengan tokoh lain yakni tokoh Indonesianis, Benedict W. Anderso. Ia menyatakan bangsa sebagai komunitas bayangan (imagined community) atau keadaan dimana anggota suatu bangsa memiliki cita yang satu tentang kedaulatan ruang dan suatu wilayah tertentu dalam satu koridor negara. Di sisi lain sosiolog terkenal dari Perancis, Ernest Renan mengartikan bangsa sebagai sekelompok masyarakat yang memiliki latar belakang agama, suku, ras, dan identitas yang berbeda tetapi dapat dipersaatukan secara lahir batin berdaasarkan sejarah dan cita-cita yang sama.
Banyaknya pengertian bangsa menurut para tokoh besar menghasilkan sebuah kesimpulan mengenai pengertian bangsa. Bangsa pada dasarnya adalah konsep yang menyangkut kehidupan sosial maupun politik yang dalam implementasinya berusaha melalui konsep keagamaan, ras, suku, serta budaya-budaya tertentu. Hal tersebut tentunya didasari oleh ikatan kebatinan sebagai dasar psikologis yang menciptakan cita-cita bersama.
Adanya konsep bangsa ini menjadikan kehidupan di dunia tidak lagi terkotak-kotakkan manusia berdasarkan perbedaaan identitas. Tidak ada lagi konsepsi yang mengatur suatu wilayah akan terdiri dari suku, agama, atau ras yang sama lagi. Konsepsi bangsa berusaha menyatukan keseluruhan pemahaman manusia yang berlatar belakang berbeda dalam satu paradigm yang sama. Semangat berbangsa dan bernegara tidak selalu muncul dengan sendirinya, selalu ada banyak latar belakang yang membuatnya menyatu. Pemikiran berbangsa juga harus terus dirawat sedemikian rupa supaya tidak terjadi pengurangan pola pikir dan keegoisan oleh etnis tertentu.
Egalitarianisme
Prinsip dasar yang sering kali kita lupakan dalam kehidupan berbangsa adalah prinsip egalitarianisme atau paham kesetaraan tidak peduli apapun latar belakang masyarakat lain. Konsep bernegara dan berbangsa yang ada di kehidupan saat ini masih saja mengenal mayoritas dan minoritas sehingga tidak tercipta perasaan damai. Egalitarianisme harusnya bisa melupakan prinsip mayoritas dan minoritas agar tercipta toleransi terhadap praktik-praktik agama lain yang berbeda. Tidak ada lagi perasaan sentimental yang menganggap dirinya adalah paling benar sedangkan yang berbeda adalah kesalahan dalam kehidupan.
Prinsip egalitarianisme dapat ditumbuhkan melalui tingkah laku sederhana terlebih dahulu seperti penggunaan salam atau bahasa komunikasi. Disinilah seharusnya peran salam kebangsaan diberlakukan dimana hal tersebut bisa menjadi jembatan bagi banyaknya perbedaan agama yang ada. Sapaan terhadap masyarakat dengan latar belakang agama berbeda diharapkan bisa mengurangi perasaan merasa direndahkan oleh kelompok lainnya. Selain itu sekat-sekat agama yang masih mengganggu kelancaran dalam kehidupan berbangsa juga diharapkan bisa roboh dengan penggunaan salam kebangsaan ini.
Praktik Salam Kebangsaan sebagai Pengingat Persatuan
Salam kebangsaan yang dicetuskan oleh Soekarno dahulu masih bisa dilakukan lagi pada masa sekarang ini meskipun negara kita tampaknya telah terbebas dari penjajahan. Secara filosofis, mengangkat tangan kanan setinggi telinga dengan membuka kelima jari dan pekikan kata “merdeka” dapat berarti kita menjunjung tinggi Pancasila sebagai dasar kebersamaan hingga sekarang. Hal ini sepatutnya menjadi bukti bahwa tidak ada lagi agama yang lebih tinggi dari bangsa Indonesia.
Ucapan “merdeka” yang dipekikkan bisa berarti keinginan kita untuk merdeka dari prinsip keagamaan yang terus mendegradasi kehidupan bernegara. Bisa didapatkan pula prinsip kemerdekaan yang masih terus dibawa sejak jaman penjajahan dahulu hingga sampai kapanpun nantinya. Di atas segalanya, salam kebangsaan bisa mengisyaratkan bahwa masyarakat Indonesia sekarang ini menolak dengan tegas penindasan dan penjajahan manusia. Tradisi kesetaraan yang mulai luntur juga bisa digaungkan kembali untuk mewujudkan cita-cita bersama sebagai dasar kita mendirikan negara Indonesia.
Jika ditelisik secara rinci harusnya ide Soekarno menggunakan salam kebangsaan saat itu masih sangat relevan dengan kehidupan berbangsa saat ini. Negara Indonesia dengan perbedaan latar belakang agama tidak dapat dipungkiri lagi memiliki dampak yang besar terhadap kenyamanan dan prinsip lebih dari agama yang lain. “Merdeka!” bisa menjadi media untuk membalikkan perbedaan dan keragaman yang ada di Indonesia sebagai hal yang membuat kita memiliki keinginan untuk bersatu. Karena dengan bersatu dan pemahaman yang baik tentang prinsip kesetaraan sajalah kita bisa memiliki kehidupan yang lebih baik.