Sosok Kartini di Banjarbaru
Sosok perempuan yang tangguh, mandiri, menginspirasi serta memberi begitu banyak manfaat dan harapan kepada orang-orang di sekitarnya ini bernama bu Suprapti Ningsih, S.Pd atau biasa dikenal dengan sebutan mbak Eet Bonkla. Pertama kali saya bertemu dan berbincang dengan beliau jujur hati saya sangatlah tersentuh. Di zaman yang sudah memasuki industri 5.0 ini, saya sangatlah bersyukur masih ada sosok perempuan seperti beliau. Sosok yang dalam pikir saya hanyalah mimpi belaka ternyata nyata adanya. Pertemuan saya dengan beliau ini tak lepas dari campur tangan seorang perempuan pemberdaya juga, yaitu bu Latifah Johar. Beliau saya kenal ketika saya mengikuti kelas atau pelatihan merajut waktu itu. Namun, beliau ini merupakan sosok yang begitu humble dan open minded sehingga saya tergerak berbincang lebih dalam dengan beliau. Saya masih ingat, saat itu saya kebingungan ketika ingin mengajak anak didik saya untuk study tour, kira-kira tempat apa yang saya pilih. Beliau pun menyarankan saya untuk ke rumah limbah “Bonkla”. Bukan hanya memberi saran, beliau juga memberikan kontak whatsapp bu Eet tersebut.
Singkat cerita, saya menemui beliau di sebuah rumah di kawasan perkebunan yang teduh, sejuk, dan menenangkan, yaitu di jalan Kebun Karet, gang Jolali Ujung, kecamatan Loktabat Utara. Sebuah rumah bukan hanya memberikan perlindungan tetapi juga harapan untuk berbagai kalangan masyarakat. Ketika masuk ke rumah itu, rasa nyaman sudah melanda diri saya, serasa berada di tempat yang penuh kedamaian. Apalagi ketika bertemu dengan sosok yang begitu lembut dengan senyum merekah yang penuh ketulusan membuat saya merasa ada sesuatu di tempat itu yang membuat saya rasanya ingin berlama-lama di sana. Panjang lebar kami berbincang mulai masalah sosial hingga pendidikan yang kebetulan juga beliau merupakan seorang guru meskipun guru bahasa Inggris yang berbeda dengan bidang saya, namun nasib dan perjalanan yang pernah dilalui membuat kami seolah terikat.
Sosok beliau merupakan Kartini masa kini. Beliau rela mengorbankan cita-cita demi keluarga, orang tua, dan masyarakat di sekitarnya. Rumah limbah Bonkla yang beliau dirikan saat pandemi 2018, di mana orang-orang tidak ada penghasilan karena harus istirahat di rumah. Beliau pun berinisiatif mengajak masyarakat di sekitar untuk memanfaatkan limbah menjadi sesuatu yang bernilai jual. Bukan hanya masyarakat di sekitar yang beliau rangkul, anak-anak pemulung, bahkan anak-anak disabilitas juga beliau beri keterampilan dan fasilitas agar mereka berdaya. Rumah limbah Bonkla ini memiliki ciri khas, yaitu “Bonsai Kelapa Ukir” yang memiliki nilai jual cukup tinggi dan menjadi sesuatu yang unik. Bukan hanya itu saja, di rumah itu berbagai limbah dikreasikan dengan begitu estetik mulai dari kelapa sampai botol bekas, kaleng bekas, hingga kain bekas. Produk yang dihasilkan pun akhirnya beragam, yaitu bonsai kelapa karakter, meja kursi dari limbah botol plastik, kreasi dari kain bekas, ada pula cangkir, asbak, gantungan kunci, ceret, gayung, dan peralatan rumah tangga lainnya. Lebih jauh lagi, rumah limbah Bonkla juga menyerap lapangan pekerjaan yang tentunya mampu memberikan harapan baru untuk pengangguran yang terdampak pandemik.
Bukan hanya rumah limbah Bonkla yang memberikan banyak harapan untuk orang lain. Dengan bantuan para generasi muda, beliau juga berhasil mendirikan sebuah lembaga kursus dan pelatihan (LKP) yang bernama Santika. Di mana LKP ini merupakan sarana yang membantu pengembangan sumber daya manusia yang ada di Banjarbaru dengan memberikan pembekalan pengetahuan dan keterampilan dalam bekerja ataupun usaha mandiri atau bahkan juga untuk memersiapkan seseorang untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. LKP Santika ini fokus memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan dalam bidang teknologi atau komputer. Dan LKP ini juga didukung penuh oleh Pemerintah Kota Banjarbaru, khususnya bapak walikota Aditya Mufti Arifin.
Sebagai seorang perempuan, begitu banyak hal yang beliau berikan kepada orang-orang di sekitar. Peran beliau sebagai anak yang harus merawat ayah beliau yang sakit, sebagai seorang istri yang melayani suami, sebagai seorang ibu yang wajib mendidik anak-anaknya, serta sebagai wanita karir (guru) tidak menghalangi beliau untuk berbuat banyak bagi lingkungan sekitarnya. Ada satu kalimat beliau yang begitu saya ingat sampai hari ini, yaitu kalau kita hanya berdiam diri, berkomentar, dan hanya mendengarkan komentar-komentar dari orang lain saja, hidup kita takkan maju. Tapi berbuatlah sesuatu yang meskipun kecil awalnya namun konsisten dilakukan yakinlah suatu saat akan menjadi besar dan bermanfaat. Kalimat sederhana memang namun, begitu dalam dan penuh makna untuk saya. Beliau juga berpesan bahwa sebagai guru, kami memiliki ladang yang luas untuk memastikan generasi berikutnya akan membuat sesuatu yang lebih besar dan lebih bermanfaat untuk orang banyak. Ya, dari pertemuan itu saya mendapatkan banyak pelajaran bahwa kalimat Ki Hajar Dewantara yang mengatakan bahwa setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah itu benar. Dari sebuah tempat sederhana di daerah Banjarbaru ternyata hadir seorang Kartini dengan sekolahnya yang memberikan banyak harapan kepada orang lain. Sebuah tempat yang memberikan pembelajaran bahwa pendidikan itu bukan hanya belajar tentang pengetahuan satu ditambah satu sama dengan dua melainkan lebih dari itu. Seharusnya pendidikan juga menyentuh sosial anak-anak. Anak-anak bukan hanya paham dalam pengetahuan yang bersifat teoritis namun juga lebih peka terhadap lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. (ZR/IAN)