Perdamaian dalang lingkup Pendidikan
Sebetulnya, peran lembaga pendidikan sebagai agent of change sudah sangat tepat. Namun, sampai pada saat ini baru sebatas merubah dari yang tidak tahu menjadi tahu. Baru pada tataran koqnitifnya saja. Perubahan koqnitif tadi sayangnya belum diikuti dengan kecerdasan lain untuk mengimbanginya, yaitu kecerdasan emosi dan kecerdasan religius. Dua kapling itu yang belum diolah secara tepat. Jadi, jangan heran jika proses pendidikan hanya mencetak manusia-manusia pinter dan kadang dipakai untuk minteri orang lain. Polah tingkahnya justru tidak mencerminkan sebagai manusia yang cerdas. Akibatnya apa? Pendidikan sering dianggap gagal dalam membina siswanya cerdas intelektualnya, emosinya, dan religiusnya.
Ketika dalam suatu masyarakat marak terjadi konflik, marak perkelahian antar pelajar, pendidikan juga yang terkena imbasnya. Apa yang salah dalam sistem pendidikan di Indonesia? Sudah menjadi lagu lama mencari akar keterpurukkan sistem pendidikan kita. Sayangnya baru sebatas teori, belum sampai pada tataran aplikasinya. Pendidikan sendiri jarang sekali dijadikan isu sentral dalam setiap kampanye pemilihan. Mana ada calon pemimpin yang menjadikan pendidikan sebagai pogram utamanya. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan dipandang tidak terlalu penting dalam kehidupan negara. Bandingkan dengan Amerika Serikat! Pendidikan selalu menjadi isu sentral dalam setiap kampanye calon presiden.
Ketika situasi masyarakat yang penuh dengan kekacauan, konflik, dan tidak ada perdamaian, pendidikan dipandang sebagai pihak yang ikut berdosa karena gagal mewujudkan warga negara yang baik. Sekolah idealnya menjadi sarana yang tepat dalam menanamkan nilai-nilai moral yang mendukung terciptanya perdamaian dalam masyarakat. Alasan ini sejalan dengan peran lembaga pendidikan sebagai institusi yang bertugas menumbuhkan dan memperdalam cinta pada tanah air, mempertebal semangat kebangsaan, dan rasa kesetiakawanan sosial.
Di Indonesia yang penduduknya sangat plural, baik ras, agama, bahasa, adat-istiadatnya, dsb, memang rentan sekali untuk terjadi konflik. Jika mencermati isi kurikulum, nampak bahwa kurikulum di Indonesia belum memperhatikan aspek keberagaman tersebut. Mungkin hal ini masih menciptakan perdamaian melalui Pendidikan. (ILA/IAN)