MURID BARU DAN UANG YANG HILANG
Kelas 5D kedatangan murid pindahan yang datang dari Banjarmasin, seorang anak laki-laki berkulit putih, bertubuh kurus dan berambut pendek. Anak itu mendatangi kelas 5D pada jam ke dua pembelajaran, memasuki ruang kelas ditemani kepala madrasah. Tanpa malu dan dengan percaya diri dia memperkenalkan dirinya di depan kelas 5D.
“Assalamualaikum,” kata anak itu mengucap salam dan dijawab serentak salamnya itu oleh anak-anak kelas 5D.
“Perkenalkan nama saya, Rayan Reyhan Anwar, teman-teman bisa memanggil saya Rayan. Saya tinggal di Kitun, dan saya suka sekali Pramuka.” Ucapnya
Ibu Fakhriati wali kelas 5D, yang sejak tadi berada didalam kelas meminta Rayan untuk duduk pada bangku kosong di barisan belakang.
Diluar kelas Ibu Fakhriati dan bapak kepala madrsah membicarakan hal penting.
Anak-anak di dalam kelas sepertinya dapat jatah jam kosong. Dan mereka memanfaatkan waktu itu untuk saling berkenalan pada Rayyan.
“Hai, namaku Bagas,” Ucap seorang anak sambil mengulurkan tangan “Salam kenal ya, aku ketua kelas 5D.” lanjut Bagas.
“Salam kenal juga.” Jawab Rayyan.
Tiba-tiba ada suara siswi dari belakang Rayan. “Kata sepupuku, kamu dijuluki ‘Detektif Cilik’ ya di sekolahmu yang dulu?” Ucap Ica, nama siswi itu, “Kata sepupuku, kamu pernah menemukan kucing yang hilang dan katanya pula, kamu juga pernah menemukan uang teman sekelasmu yang hilang ya?.”
“Eh enggak, itu cuman kebetulan, aku cuman mau membantu temanku yang kesulitan. Terus kucing dan uang yang hilang itu ketemu” Jawab Rayan rada cengengesan.
Ica menarik Rayan ke pojok kelas, lalu dia berbisik “Kamu mau membantu kami nggak?”
“Boleh, apa yang bisa aku bantu?” Jawab Rayan.
Ica memanggil Sasa agar mendekat ke pojok kelas.
“Begini, Kemaren uang Sasa, hilang 100 ribu. Uang itu pemberian ibunya untuk membayar buku.” Ica mulai bercerita, “Yang tahu hal ini hanya 3 orang: Sasa, aku dan Bagas. Kami bertiga sepakat untuk tidak bercerita ke teman-teman yang lain dan belum memberitahu Ibu Fakhriati. Kami takut kalau hal ini akan membuat kegaduhan dan akan terjadi saling tuduh antar teman sekelas.”
“Baik, aku mengerti, dimana hilangnya?” Rayan mulai penasaran.
Sasa bercerita, “Uang itu aku selipkan pada buku paket tematik, diantara halaman 101 dan 102. Ketika jam olahraga kemaren, kami semua meninggalkan kelas untuk pergi ke lapangan. Ketika kami semua sudah kembali, aku melihat buku paket tematik yang sudah terbuka dan uang itu sudah hilang. Aku sudah membolak-balik buku paket tematik, mengeluarkan semua benda pada tas dan laci meja. Namun uang itu belum juga ditemukan…”
Belum selelai Sasa bercerita, Ibu Fakhriati masuk ke kelas dan semua siswa-siswi kembali ke tempat duduk masing-masing.
Rayan kembali ke tempat duduknya. Pikirannya terhenti pada misteri hilangnya uang Sasa. Diam-diam dia memeperhatikan tingkah laku orang-orang yang ada disekitarnya. Menyusun cocoklogi dan teori-teori. Sesekali dia menduga dan bergumam pada hatinya sendiri, ‘Apakah anak berpakaian seragam lusuh, yang duduk dipaling depan itu pelakunya? Dia terlihat seperti memerlukan uang. Atau anak bertopi itu? Dia terlihat meminjam penghapus tanpa minta izin terlebih dahulu? Atau anak perempuan berkerudung lancip yang duduk disampimg kiri Sasa itu, dia terlihat gelisah…”
Sampai jam terakhir Rayan tidak memperhatikan pelajaran dari ibu Fakhriati. Hari pertamanya di madrasah hanya dipernuhi oleh teori-teori uang yang hilang. Tiba-tiba suara ibu Fakhriati mengejutkannya.
“Rayan, sebelum kita semua pulang, coba kamu pinjam buku tematik punya Bagas dan buka halaman 152 dan 153. Bacakan dengan keras apa isinya”
Rayan membuka buku halaman 152 dan 153 dengan tergesa-gesa. Tiba-tiba dia menyadari sesuatu, kemudian dia tersenyum tipis…
Bagas, Ica dan Sasa telah mengerjainya…
***
(DIL/RON)