Menghindari isu sensitif guna menciptakan pemilu yang damai
OPINI – Memang isu SARA menjadi hal yang sensitif di tengah masyarakat, karena setiap orang jika disinggung soal Suku Agama, dan Ras pasti lebih cepat terpicu dan tersinggung daripada topik lainnya. Oleh karena itu isu SARA sebaiknya tidak boleh digunakan untuk menghimpun simpatisan demi kepentingan politik, dikarenakan orang lebih fokus untuk kepada isu sara yang dilontarkan ke oposisi, ketimbang keunggulan pasangan calon yang bersangkutan.
Para politikus juga mengakui jika kampanye dan pemilu bukan saja ajang kontestasi untuk meraih kekuasaan yang sah. Proses kampanye yang berkualitas harus mencerdaskan dan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Pemilu damai hanya mungkin terwujud jika kampanye rapat umum tidak meracuni demokrasi dan mengotori ruang publik dengan politik uang, ujaran kebencian, fitnah, hoaks, dan narasi politik identitas.
Mengangkat isu sara dalam pemilu sangatlah berbahaya, karena dapat mengurangi rasa kebhinekaan, sehingga yang ada malah terjadi permusuhan. Bahkan permusuhan tersebut tidak hanya terjadi di masa pemilu, bahkan setelah pemilu, rasa permusuhan tersebut tetaplah ada, bahkan malah berkembang menjadi suatu hal yang lebih ekstrim.
Menurut Prof. Panut Mulyono Selaku Rektor Universitas Gajah Mada (UGM), pemilu merupakan sebuah proses penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus diletakkan dalam konteks pelaksanaan demokrasi guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur, upaya mencapai kemenangan dalam pemilu, serta untuk mewujudkan hak setiap orang untuk mendukung kandidat dalam pemilu, tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang mengorbankan keutuhan bangsa dan negara Indonesia yang majemuk.
Kemudian dari pihak Penyelenggaraan pemilu (KPU dan Bawaslu) TNI/Polri dan Aparatur Sipil Negara (ASN) harus bersifat netral dalam hal yang mengandung unsur politik, dan tidak memperkeruh suasana pemilu, karena sebagai abdi negara yang baik, tidak boleh terlibat dalam urusan politik praktis.
Pemilu Damai sendiri dapat terlihat dari Pilkada yang dilangsungkan 9 Desember lalu. Para pasangan calon baIik calon di tingkat daerah Kabupaten/Kota maupun Provinsi di Kalimantan Selatan berjalan lancar tanpa ada unsur SARA sepanjang pencalonan hingga pemilihan. Bahkan pilkada tahun ini dinilai lebih panas namun tidak keluar dari jalur pemilihan sebagaimana mestinya.
Meskipun akhirnya hasil pemilihan di bawa ke Mahkamah Konstitusi, namun hal tersebut sah-sah saja mengingat dalam rule pemilu yang salah satunya pilkada, disediakan ruang untuk menanggapi hasil pemilihan tersebut. (Ln/Nov)