MADIHIN
Madihin berasal dari Bahasa Banjar asli yaitu kata papadahan atau mamadahi yang berarti memberi nasihat. Kesenian madihin pada awalnya diperkirakan berkembang dari daerah kampung Tawia, Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan tersebar sampai ke daerah Kalimantan Timur. Bentuk kesenian madihin disampaikan dengan berupa syair dan pantun (Sani dan Sulisno, 2022).
Kesenian Madihin mengdanung nilai sosial yaitu penonton dan pemain madihin (pemadihin) saling mengikat dan saling melengkapi satu sama lain. Selain itu, kesenian madihin juga dapat mengumpulkan masyarakat untuk menjadi satu kelompok dan menjalin tali silaturrahmi secara tidak langsung (Danriani, 2021).
Struktur teks pada seni madihin terdiri atas empat bagian, yaitu pembukaan, batabi, isi, dan penutup, pada kesenian madihin hanya melibatkan gendang dan pemain. Tema yang diangkat sangat tergantung dengan tema acara tempat Madihin itu dilaksanakan dengan mengangkat persoalan yang populer. Cara penyajian Madihin dapat ditampilkan oleh satu orang dan secara berpasangan. Madihin berpasangan dilaksanakan dengan cara berbalas-balasan syair, dimana setiap syair merupakan pelengkap dari pasangannya (Fauzan et al., 2022).
Penggunaan seni Madihin sebagai media media penyebaran pesan-pesan perdamaian sangat efektif karena madihin sangat banyak degemari banyak lapisan masyarakat dari anak-anak sampai orang tua. Yang mana madihin banyak mengandung lelucon namun yang bersifat positif dan mendidik, hal ini membuat daya Tarik tersendiri dari kesenian madihin.