free page hit counter

Implementasi Perdamaian di Era Digital: Peran Pemuda dalam Mempromosikan Perdamaian

A.   Pendahuluan

Dalam waktu kurang dari satu generasi, miliaran orang yang sebelumnya tidak memiliki akses ke internet, sekarang terhubung ke dunia maya dalam skala global. Internet dan media sosial adalah alat dan ruang yang kuat untuk mempromosikan perdamaian, tetapi internet dan media sosial juga menciptakan kerentanan bagi penggunanya untuk dapat terpapar dari kegiatan negatif di media sosial itu sendiri.

Mayoritas dari pengguna internet aktif dan menjadi warga digital baru ini adalah pemuda antara 18-29. Jika berkaca pada statistik angka, dua pertiga pengguna aktif internet dunia berusia di bawah 35 tahun dan setengahnya di bawah usia 25 tahun. Pemuda menjadi kelompok dengan angka demografis terbesar pada penggunaan internet di dunia, dan di Indonesia, berdasarkan laporan dari Statista pada tahun 2021, pengguna media sosial di Indonesia pada 2020 paling banyak yakni berusia 25-34 tahun, sebanyak 35,4% dan pengguna berusia 18-24 tahun sebanyak 30,3% (Statista, 2020). Berdasarkan data ini, dapat diketahui bahwa di Indonesia, pemuda masih menjadi kelompok usia yang memiliki intensitas tertinggi dalam penggunaan sosial media.

Penggunaa media sosial dan digitalisasi ini tentunya membawa perubahan pada pola interaksi antarwarga di Indonesia dan dunia. Salah satu hal yang bisa dimaksimalkan dalam penggunaan sosial media adalah promosi tentang perdamaian dunia dan menghindari adanya pertikaian serta ujaran kebencian. Pemuda sebagai kelompok usia yang memiliki intensitas tertinggi dalam penggunaan media sosial memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga stabilitas perdamaian.

Penggunaan media sosial untuk mempromosikan perdamaian ini sudah dilakukan di berbagai negara di dunia, termasuk di dalamnya wilayah yang hingga saat ini masih berkonflik. Di Suriah, Afganistan, hingga Myanmar yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan panas karena terjadi kudeta militer, peran pemuda dalam penyebaran informasi dan perdamaian di media sosial menjadi hal yang sangat penting. Hal ini dibuktikan dnegan banyaknya tagar yang digunakan di media sosial oleh pemuda Myanmar dan akhirnya menjadi perbincangan dunia, seperti #civildisobidiencemevement, #restoredemocracy, #savemyanmar, dan lain sebagianya bahkan hingga pemerintah yang saat itu berkuasa harus memblokir penggunaan media sosial di Myanmar. Pemblokiran media sosial ini membuktikan bagaimana kekuatan dari penggunaan media sosial oleh pemuda Myanmar ini dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik salah satunya pada aspek perdamaian. Di tempat pengungsian, media sosial menjadi satu-satunya sumber informasi yang dapat diakses untuk mengetahui perkembangan yang terjadi.

Selain itu, di Suriah sebagai salah satu negara berkonflik, penggunaan media sosial juga digunakan untuk menghindari kegiatan ektrimisme yang dilakukan oleh beberapa pihak. Kampanye di media sosial menjadi hal yangan berpengaruh untuk mengurangi adanya kegiatan ektrimis tersebut (Awan, 2017). Oleh karena itu, dalam tulisan ini, penulis ingin mendiskusikan bagaimana peran pemuda dalam mempromosikan perdamaian dan kerukunan di era digital melalui media sosial.

B.    Temuan dan Diskusi

Internet dan media sosial sebagai alat untuk mempromosikan perdamaian, juga memiliki sisi gelap dan dapat menimbulkan risiko bagi para pemuda khususnya mengenai informasi yang disimpan di ponsel, laptop, dan akun media sosial dapat dicuri, hilang atau bocor secara tidak sengaja sehingga terjadi kebocoran informasi dan mengekspos detail informasi sensitif dan sangat pribadi kepada khalayak luas. Hal ini sering disalahgunakan oleh kelompok ekstrimis dalam melaksanakan aksi mereka.

Kelompok ekstrimis sering kali menggunakan teknologi digital untuk melakukan kejahatan, menyebarkan kebencian, kekerasan dan aktivitas terorisme mereka. Organisasi semacam itu memiliki berbagai cara untuk hadir di media sosial dengan metode yang semakin canggih mulai dari diskusi berbasis teks dalam forum web interaktif, sistem pesan terekripsi yang dibuat khusus, dan platform media sosial yang digunakan untuk menyebarkan ideologi mereka. Organisasi tersebut menggunakan media sosial untuk merekrut, menyebarkan narasi, merencanakan dan bahkan mengeksekusi kegiatan mereka. Menurut beberapa sumber, pada tahun 2015 ISIS mengoperasikan 70.000 akun twitter dan tweet 200.000 kali per hari (Zaman, 2015). Akun Twitter kartel Sinaloa Meksiko memiliki lebih dari 34.000 pengikut. Geng Amerika Latin yang dikenal sebagai Mara Salvatrucha 13 yang memiliki lebih dari 40.000 suka di Facebook dan berkomunikasi dengan anggotanya di seluruh Amerika secara daring (Way & Muggah, 2016). Media sosial juga muncul sebagai platform untuk kelompok supremasi kulit putih menyebarkan rasisme dan ideologi mereka termasuk mengenai ujaran kebencian.

Disinformasi, propaganda, dan Cyber-Bullying adalah kegiatan negatif lainnya dari perilaku di media sosial yang dapat memiliki konsekuensi buruk dan dapat merusak perdamaian antarindividu dan masyarakat secara umum. Dengan adanya digitalisasi dan perkembangan media sosial, kita telah memasuki era baru. Media sosial memiliki kekuatan yang luar biasa untuk mempromosikan perdamaian dan menyelesaikan masalah. Namun, media sosial juga menimbulkan risiko dan kerentanan yang kompleks. Pemuda yang menjadi pengguna aktif tertinggi media sosial dapat menjadi agen perubahan untuk perdamaian, tetapi juga bisa terpapar dan dipengaruhi oleh hal-hal negatif lainnya.

Pemuda sebagai agen perubahan harus mengerti dan memahami tentang perdamaian itu sendiri dan membentengi diri dari kegiatan negatif yang terjadi di media sosial. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menguatkan peran pemuda dalam mempromosikan perdamaian dunia seperti hal-hal di bawah ini, namun tidak terbatas pada:

  1. Penguatan Literasi Digital, penekanan pada pelatihan keterampilan dan meningkatkan literasi digital ini akan meningkatkan kualitas informasi yang beredar di Sehingga, potensi terjadinya konflik akan dapat diminimalisasi. Seperti yang saat ini sedang gencar dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, Indonesia, gerakan penguatan literasi digital ini dapat berdampak positif secara masif karena dilaksanakan secara konstan di seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia. Dengan adanya kegiatan ini, pemuda diharapkan mampu untuk lebih memahami tentang bagaimana memahami dan menyikapi sebuah isu, dan dapat berkontribusi bagi perkembangan negara salah satunya dalam promosi perdamaian melalui media sosial;
  2. Saring sebelum Sharing, hal ini dilakukan untuk menghindari adanya disinformasi yang terjadi di media sosial. Pemuda diharapkan mampu untuk menyaring terlebih dahulu segala informasi yang beredar sebelum membagikan kembali informasi tersebut. Jika informasi itu benar dan sudah sesuai fakta dan data yang terjadi sesungguhnya maka penyebaran informasi tersebut akan sangat membantu dalam mengurangi perselisihan. Namun, jika informasi tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka diharapkan pemuda tidak membuat percikan lebih jauh dengan menyebarkan informasi tersebut dan diharapkan mampu untuk membuat pelurusan informasi melalui poin di tahap tiga;
  3. Digital Citizen Journalism, penjabaran mengenai informasi dengan metode ini dapat berupa tulisan, audio melalui siniar, atau audio visual melalui video Youtube, Instagram, Tiktok atau media sosial lainnya. Dalam hal ini, pemuda menggunakan kekuatan media sosial untuk menyoroti perspektif alternatif tentang tata kelola pemerintahan, hak asasi manusia dan promosi perdamaian berdasarkan data yang solid tidak hanya berdasarkan Melalui pendekatan seperti itu, pemuda dapat memberikan informasi yang sebelumnya tidak diketahui dan pendekatan yang tidak terbatas untuk mempromosikan visi masyarakat yang lebih beragam untuk kedamaian bersama.

C.    Kesimpulan

Di era digital, penggunaan internet dan media sosial merupakan fenomena yang sudah menjadi kebiasaan bagi semua orang. Pemuda sebagai kelompok usia dengan angka tertinggi dalam menggunakan media sosial memiliki peran yang sangat penting untuk membantu pemerintah dalam menjaga dan mempromosikan perdamaian. Namun, media sosial juga memiliki sisi lain yang dapat membuat penggunanya terpapar oleh hal-hal negatif seperti salah satunya ektrimisme dan penyebaran disinformasi. Sehingga, pemuda diharapkan mampu menjadi agen perubahan dalam promosi perdamaian melalui media sosial. Setidaknya ada tiga hal yang mampu dilakukan oleh pemuda dalam mempromosikan perdamaian, yaitu penguatan literasi digital, saring sebelum sharing, dan digital citizen journalism. Ketiga hal ini dapat dilakukan dalam upaya penguatan peran pemuda untuk berkontribusi melalui media sosial, sehingga mereka mampu menjadi garda terdepan dalam penguatan perdamaian dunia.

 

(Muzakir Haitami_Kota Banjarbaru)

 

Referensi

Awan, I. (2017). Cyber-Extrimist: ISIS and the Power of Social Media. Springer: Society, 54(3), 1-12.

Statista. (2020). Social Media in Indonesia. Statista.

Way, J., & Muggah, R. (2016, November). Charting Out the Digital Ecosystem of Gangs in the U.S. and Mexico. Small Wars Journal.

Zaman, K. (2015, November 21). ISIS Has a Twitter Strategy and It Is Terrifying. Retrieved from Medium: https://medium.com/fifth-tribe-stories/isis-has-a- twitter-strategy-and-it-is-terrifying-7cc059ccf51b

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *