COVID-19 DAN “SOCIAL MEDIA” DISTANCING
Pernah gak merasa sesak nafas atau tenggorokan gatal setelah membaca berita mengenai gejala Covid-19??
Hmm… soalnya aku pernah. Hehe
Hmm… (hmmm… mulu dimarahin netizen ntar), selama ini kan kita sering diminta melakukan Social Distancing atau yang diubah jadi Physical Distancing. Tapi ternyata melakukan pembatasan interaksi secara fisik saja gak cukup.
Setelah berkelana di internet, muncul lah sebuah pemikiran tentang perlunya Social Media Distancing (Pembatasan Sosial Media). Mengapa aku merasa ini perlu dilakukan?
Social Media Distancing sejatinya membatasi diri dari penggunaan sosial media. Di era globalisasi seperti ini, dimana informasi bisa diakses dan didapatkan dalam sekejap. Namun, hal ini tentu berpengaruh terhadap kesehatan mental kita.
Banyak informasi di sosial media yang memicu rasa takut, stres, dan kecemasan. Perasaan-perasaan tersebut salah satunya bisa menurunkan imunitas tubuh kita dan membuat kita gampang jatuh sakit.
Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, Andri, mengingatkan pentingnya mengelola stres dan kecemasan dalam menghadapi virus penyebab Covid-19 ini. Menurutnya, cemas berlebihan malah bisa menimbulkan gejala seperti gejala pada virus corona. Tapi yang perlu kita tahu, sesungguhnya gejala ini adalah perwujudan rasa cemas, bukan akibat infeksi virus.
Katanya sih, kalau kita baca soal gejala penyakit lain, kita juga bisa merasakan perwujudan rasa cemas semacam ini. Apalagi anak kedokteran yang baru masuk, bener gak nih? Apa hoaks doang? hehe
Gejala terkait kondisi ini dikenal dengan istilah psikosomatik, kondisi yang mengalami gejala fisik tapi sebenarnya ketika diperiksa tak ada perubahan fungsi organ dan tidak ada masalah medis.
Di tengah pandemik ini, kita berisiko lebih tinggi mengalami psikosomatik. Setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik, kita disuguhi berita virus corona lewat beragam media. Apalagi semenjak #dirumahaja pasti waktu kita semakin banyak dihabiskan bersosial media ria. Ya gak? Ngaku deh!
Rasa cemas lebih gampang muncul dengan arus pemberitaan yang banyak memuat hal negatif dan tidak menyenangkan.
Etss… tapi nih ya, informasi baik dan bermakna juga kalau terus menerus bisa membuat pusat memori kita lebihan beban loh. Pusat memori ini juga merupakan pusat kecemasan, ia akan merespons dengan kecemasan seolah merasa ketakutan luar biasa akibat keadaan tersebut.
Ada yang sudah merasakannya? Penulis sih udah, makanya nulis ini tulisan biar yang lain juga tahu how to handle this situation, tau caranya menyikapi hal ini.
Tenang ya, Psikosomatik bisa dicegah kok. Kita perlu melakukan #metime, meluangkan waktu untuk diri sendiri dan lepas dari asupan berita atau informasi yang tidak pas dan terlalu sering.
Batasi diri dari informasi yang men-trigger atau memicu pikiran kita mengarahkan ke perasaan cemas. Gak perlu setiap hari update jumlah kasus, jangan membuat diri sendiri merasakan gejala psikosomatik. Hingga akhirnya malah menurunkan imunitas tubuh kita.
Ini salah satu buktinya nih, catatan untuk kita para pewarta Indonesia.
Tahu Bima Arya kan?
Wali Kota Bogor tersebut menyebut jika pemberitaan masif di media sosial membuat seseorang drop, dan akhirnya menurunkan imunitas.
“Virus ini menyerang hati dan jiwa sebelum pernapasan dan paru-paru. Gua merasa baikan setelah ‘social media distancing‘ hari kedua di RS. Socmed itu ICU Raksasa. Runtuh mental semua orang kalau digempur berita COVID-19. Drop imunitas,” kata Bima Arya seperti dalam pesan yang beredar.
Setelah melakukan social media distancing katanya sekarang kondisinya lebih baik loh. Wow!! Merasa gak sih kalau misalnya apa yang kita upload di sosial media bisa mempengaruhi orang lain?
Kadang arus informasi perlu dibendung juga ya, untuk apa? Ya untuk diri kita sendiri, kesehatan mental kita perlu dijaga. So, di samping melakukan physical distancing, kita juga perlu menerapkan yang namanya social media distancing.
Oh ya, ini juga berdasarkan pengalaman pribadi ya. Aku saat ini bahkan me-mute akun-akun yang mengupdate berita tentang perkembangan jumlah pasien covid-19. Bukan karena gak mau tau, tapi awareness yang mau dibangun dari postingan itu membuat aku jadi down.
Back to your choices ya, tapi ini patut dicoba. hehehe
ah, baca tulisan soal coronanya sampai sini aja untuk hari ini. Jaga kesehatan mentalmu ya.
Penulis: Hafizah Fikriah Waskan (HFWaskan)