free page hit counter

Cerpen Pt. 4

Sopir Ganjil

Ia sedikit mengerjap dan berdehem, mungkin merasa tidak enak jika pertanyaanku terdengar oleh sopir di depan.

Sagara berbisik, “Jadi sopir itu melelahkan, melewati perjalanan panjang, ‘tak ada yang menyiapkan makan, karena jauh dari pasangan, ibadah wajib juga sering terlupakan, belum lagi jika sepi penumpang. Kalau tidak bijak sebagai sopir, akan rugi sia-sia,” jelasnya panjang lebar.

Jawaban yang ia berikan kurang memuaskan, namun Sagara merincikan bagaimana pekerjaan seorang sopir, mungkin hal itu membentuk mereka jadi orang yang gampang menipu, dijalan mengebut laju, ‘tak peduli keadaan penumpang. Jadi teringat sopir yang takluk karena ibu-ibu, seolah menjadi peritiwa tragis bagi dunia persopiran, terpatri simbol yang konyol. ‘Tak ayal jika tabiat sopir sulit diubah, menjadi utopis yang tidak berbuah.

Aku tidak tahu, sejak kapan kepala ini bersandar di bahu Sagara. Kami berdua sama-sama tertidur lelap.

“Bangun, Na, taksinya mampir nih, kita makan malam dulu.” Dengan lembut ia membangunkan sambil mengusap lenganku.

“Eunghhh…., iya gar. Emh…, makasih.” Aku canggung, ternyata selain bersandar, aku juga menggandeng lengannya.

Kami berdua turun dari taksi, aku langsung memesan makanan favoritku.

“Soto ayam separo aja, langsung dikecapin ya, Kak!”

“Saya juga, tapi full. Aqua juga dua botol ya,” ujarnya.

“Baik, Kak. Silakan langsung bayar di sini ya!” titah kasir.

Sagara langsung cepat merogoh saku, untuk membayar makanan kami. Nasib baik, mungkin ini pelipur lara untukku yang dikirimkan Tuhan. Aku memilih meja nomor 30 untuk kami tempati, tidak ada alasan tertentu, hanya saja angka ini merupakan tanggal ulang tahunku.

Kami berdua duduk berhadapan, katanya supaya bisa mengenal aku dari arah yang berbeda, aneh-aneh saja memang. Sopir taksi tadi ternyata juga sudah duduk manis berjarak satu meja dari kami, didampingi seorang wanita dengan dandanan yang tebal dan rambut pirang warna merah menyala, menonjolkan buah dada dan pantat dengan baju kurang kain dan ketat, mungkin berumur 30an. Aku sayup-sayup mendengar percakapan mereka.

 

“Beb, aku habis uang nih.”

“Nih, dua ribu dulu ya, anak aku lagi sakit beb, istriku juga sering ngambek karna uang belanja akhir-akhir ini sering ku potong.”

What? Ternyata sopir ini sudah berkeluarga, masih saja jelalatan dengan wanita yang ‘tak jelas asal-usulnya, realita menjadi istri sopir ternyata pahit juga. (US/IAN)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *