Ramadan yang Berbeda Namun Sama
Ramadan yang Berbeda Namun Sama
Semenjak virus corona dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO (World Health Organization), Rabu (11/3/2020), seluruh tatanan kehidupan umat manusia diseluruh dunia berubah signifikan. Tak dapat dipungkiri virus corona telah banyak merenggut kebebasan, kesehatan, kebersamaan, waktu dan orang-orang yang tercinta.
Apalagi pandemi ini bertepatan dengan bulan Ramadan, dimana umat Muslim sedang menjalankan ibadah puasa. Ramadan tahun ini menjadi Ramadan yang sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Masjid-masjid dan surau-surau tutup, tidak ada buka puasa bersama baik di masjid maupun bersama teman diluar, tidak ada tadarus dan salat tarawih di masjid, tidak ada mudik, tentunya hal ini menjadikan Ramadan kali ini tak semeriah Ramadan yang lalu.
Sosiolog Emile Durkheim menyebutkan sebagaimana yang dikutip oleh Mujiburrahman bahwa agama sebagai penghadir kebersamaan (collective representation) melalui simbol-simbol. Masjid, ritual-ritual, pakaian hingga berbagai kebudayaan khas Ramadan adalah simbol-simbol yang menampilkan kebersamaan. Kini simbol-simbol itu tak dapat digunakan untuk menghadirkan kebersamaan lagi.
Meskipun begitu, jangan sampai menganggap bahwa Ramadan tahun ini adalah Ramadan terburuk. Karena bulan Ramadan tetaplah menjadi bulan yang mulia dan agung baik itu dengan adanya pademi maupun tidak. Keutamaan dan ganjaran pahala yang didapatkan pun tetaplah sama. Yang membedakan hanyalah situasi dan kondisi. Dulu salat tarawih dan tadarus di mesjid sekarang dilaksanakan di rumah masing-masing. Dulu pengajian dan kuliah subuh dilaksanakan di mesjid sekarang dilaksanakan secara daring. Dulu buka puasa lebih banyak diluar bersama teman, kadang sampai lupa bahwa keluarga dirumah juga menanti untuk buka puasa bersama, namun sekarang seluruh waktu bisa didedikasikan bersama keluarga.
Grand Syaikh al-Azhar, Prof. Dr. Ahmed Tayyeb mengatakan, orang-orang yang berkata bahwa Ramadan kali ini adalah Ramadan terburuk yang akan dilalui umat ini. sungguh kalimat tersebut mencerminkan buruknya adab kepada Allah SWT, bahkan bisa jadi justru ini adalah umat terburuk yang pernah melalui bulan Ramadan.
Oleh karena itu, jangan jadikan pandemi ini alasan untuk tidak memaksimalkan ibadah Ramadan tahun ini. Banyak hal yang dapat dilakukan, meskipun dengan situasi dan kondisi yang berbeda. Tentunya selalu ada sisi positif dan negatif disetiap kejadian. Namun, berusahalah untuk selalu mengambil sisi positif disetiap kejadian.
Di zaman corona ini seharusnya dapat kita manfaatkan untuk lebih banyak mengintrospeksi diri dan melakukan ibadah individual lebih masif, sebagaimana dulu para Sufi lebih suka berkhalawat (menyendiri) dalam beribadah kepada Allah. Karena disanalah mereka mendapatkan kenikmatan dalam beribadah yang sebenarnya. Karena pada saat itulah mereka merasakan kedekatan dan kebersamaan yang sebenarnya bersama pencipta-Nya. (MS/Nov)