Bekantan Dan Habitatnya
Bekantan (Nasalis larvatus) adalah salah satu satwa primata endemik Borneo. Bekantan dilindungi baik secara nasional maupun internasional. Secara nasional dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 (Pemerintah RI 1999a), sedangkan secara internasional bekantan termasuk dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) (Gron 2009) dan sejak tahun 2000 masuk dalam kategori endengered species berdasarkan Red Book IUCN (International Union for Conservation of Natureand Natural Resources) (Meijaard dkk. 2008). Selain itu, bekantan juga merupakan Maskot Propinsi Kalimantan Selatan (SK Gubernur Kalsel No. 29 Tahun 1990 tanggal 16 Januari 1990). Habitat dan populasi bekantan banyak mengalami kerusakan dan penurunan. Kerusakan habitat lebih cepat terjadi pada habitat bekantan yang berada di tepi sungai. Hal itu dikarenakan kawasan hutan di tepi sungai mudah dijangkau dan dialih fungsikan menjadi areal permukiman, tambak, maupun areal pertanian. Habitat bekantan biasanya ditemukan di sepanjang tepian sungai dan daerah rawa di Kalimantan. Penelitian pada umumnya dilakukan pada habitat rawa, estuaria dan sungai.
Bekantan hanya ditemukan di Pulau Kalimantan, biasanya ditemukan hidup pada hutan rawa, rawa gambut, muara pinggir sungai dan mangrove. Keberadaan bekantan sangat tergantung kepada kualitas ekosistem lahan basah, terutama mangrove dan hutan sempadan sungai. Lebih dari 20% populasi bekantan ditemukan di kawasan pantai, 18 % ditemukan pada jarak 100-200 Km dari pantai, 16% ditemukan pada jarak 20-100 Km dari pantai dan 58 % ditemukan pada jarak 50 Km dari pantai. Proporsi populasi yang lebih kecil juga ditemukan
antara 300-750 Km dari pantai. Sebagian besar dari habitat bekantan berada pada ketinggian di bawah 200 m dpl dan sebagian kecil ditemukan hinggal 350 m dpl.
Salah satu sumber dari kelangkaan dari bekantan adalah keberadaan habitat
asli bekantan yang terus berkurang karena pembukaan lahan atau alih fungsi lahan,
membuat pola hidup bekantan berubah termasuk menghindari kontak langsung dengan manusia sehingga pola perpindahan dari lokasi satu ke lokasi lain semakin lebar
dan luas. Hal ini juga menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan bekantan. Fakta lain bahwa kurang pedulinya masyarakat awam
terhadap perlindungan hewan bekantan pada khususnya membuat sebagian
masyarakat memburu bekantan. Kerusakan habitat asli juga menyebabkan bekantan pada khususnya di musim kemarau memaksa bekantan untuk turun mencari makanan dan minum sampai ke daerah pemukiman. Hal ini yang menyebabkan salah satu penyebab kematian bekantan karena sakit dan stress terperangkap jaring atau jebakan yang
dibuat oleh masyarakat. (TIP/IAN)
Sumber :
Fauzan dkk. 2015. Struktur Populasi Bekantan (Nasalis larvatus) di area Gunung Batu Sawar Kecamatan Hulu Sungai Tengah. Fauzan et al. Struktur Populasi Bekantan di Area Gunung Batu Sawar. SP-15-9. 721-726.
Basoeki dkk., 2015. Kajian Perilaku Bekantan (Nasalis Larvatus)
Pada Konservasi Eks Situ Di Pt Indocement Tarjun. EnviroScienteae.11(1) 175-186.
Massa dkk., 2020. Bekantan Dan Habitatnya Di Sungai Hitam. Samboja: Alitek KSDA.
Sinaga. 2015. Konservasi Bekantan Berbasis Masyarakat Di Pulau Bunyu. Jakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional.