free page hit counter

Apam Barabai : Makna Nama dibalik Kelejatannya

Wadai Apam khas Barabai, Kalimantan Selatan (Wikipedia)

Salah satu jenis kue tradisional jajanan pasar yang banyak digemari oleh semua kalangan ialah Kue Apam. Rasa manis yang pas disertai tektur yang empuk, lembut dan kenyal menjadikan kue ini sebagai buah tangan yang cocok untuk disantap bersama keluarga. Untuk membuat kue apam ini bisa dilakukan dengan dua cara pembuatan yaitu kue apam yang dibuat dengan gula merah dan kue apam yang dibuat dengan gula pasir.

Kue yang satu ini juga dijadikan sebagai oleh-oleh khas kota Barabai, Kalimantan Selatan. Sehingga sering kali, jajanan satu ini lebih akrab dikenal di Banjar sebagai Apam Barabai. Bahan pembuatan Apam Barabai sangatlah mudah didapatkan, yaitu tepung beras, santan, gula merah/putih, dan tape singkong. Dari segi bentuknya, makanan ini sangat mudah juga untuk dibuat karena berbentuk bulat dan tipis, berwarna merah kecoklatan atau putih (Alfisyah, 2019). Selain dibuat dengan gula merah dan gula pasir, saat ini juga telah ada Apam dengan modifikasi rasa madu. Tentu sangat menarik untuk dicoba ketika berkunjung ke Kalimantan Selatan. (RONI/AJP)

Dibalik kelezatan Kue Apam, ternyata mengandung makna tertentu di dalam penamaannya. Menurut Sari (2017), istilah Apam muncul atas dasar anggapan terhadap suatu simbol tertentu. Istilah Apam diyakini berasal dari Bahasa Arab yakni Afwan yang berarti ampunan. Kata Afwan kemudian disederhanakan menjadi Apam. Kue ini dianggap sebagai simbol permohonan ampun atas berbagai kesalahan. Di dalam Sajian Wadai Banjar 41 Macam yang dikenal sejak dulu, hanya ada dua variasi kue ini, yakni Apam Habang dan Apam Putih. Kemungkinan, kedua variasi itu untuk menunjuukan bahwa ada kesalahan yang berat (seperti yang terkait dengan pertumpahan darah) dan kesalahan ringan. Dari kue ini pula, kemungkinan pendahulu suku banjar juga berkeinginan untuk mengenalkan sekaligus memberitahu kepada generasi berikutnya, bahwa saling memaafkan dan memberikan ampunan itu adalah sesuatu yang terasa manis. [RONI]

 

Referensi:

Alfisyah, A. (2021). TRADISI MAKAN URANG BANJAR (Kajian Folklor atas Pola Makan Masyarakat Lahan Basah). PADARINGAN (Jurnal Pendidikan Sosiologi Antropologi), 1(3), 97-109.

Sari, Yuliati Puspita. (2017). Sajian Kue Banjar 41 Macam: Kajian Etnolinguistik. UNDAS (Jurnal Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra), 13(2), 117-231.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *