free page hit counter

Agamis dan Nasionalis

Reformasi yang telah berjalan selama dua dekade telah berperan dalam melakukan proses perbaikan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dampak lain yang harus dibayar dari proses perbaikan tersebut muncul fenomena ketidaksinambungan generasi saat ini terhadap nilai dan norma tentang masa lalu, salah satu yang paling berbahaya adalah lunturnya nilai pancasila sebagai falsafah bangsa, Aris Arif Mudayat mengistilahkan dengan “Kekosongan Ideologi.”

Terjadinya kekosongan ideologi yang melanda seluruh bangsa ini mendorong ideologi lain yang dikatakan “ideologi alternatif” mudah masuk. Salah satunya ideologi radikal yang menjamur di generasi saat ini. Ruang-ruang publik di dunia nyata dan dunia maya semakin dipenuhi oleh propoganda-propoganda ideologi alternatif yang mencoba menolak pancasila dan melemahkan wawasan kebangsaan.

Salah bukti dari ketidaksinambungan ini adalah munculnya perasaan tidak memiliki negara, banyak orang tidak lagi menajamkan wawasan kebangsaannya karena sibuk dengan persoalan individual yang dirasa berat. Sebab itulah penguatan wawasan kebangsaan menjadi penting dalam rangka menguatkan ideologi bangsa untuk menangkal ideologi radikalisme dan terorisme.

Menurut Lukman Hakim Saifuddin, masalah radikalisme dianggap sebagai ancaman laten di Indonesia. Generasi muslim saat ini memiliki kewajiban merawat keislaman dan keindonesiaan secara bersama-sama.

Penguatan wawasan kebangsaan haruslah dimulai dari ruang-ruang kecil di dalam keluarga, ruang-ruang sekolah dan ruang diskusi, jangan sampai kita dibuat terpecah belah antara islam dan nasionalisme. Keduanya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah, islam sudah pasti nasionalis dan nasionalis bukan berarti kafir, sebab islam adalah sebuah agama yang universal. Rasa syukur terlahir sebagai bangsa Indonesia-lah yang harus dikedepankan, bangsa yang tetap menjunjung budaya namun toleran dan memiliki relasi kuat dengan agama.

Penguatan wawasan kebangsaan juga harus diimbangi dengan adaptasi dan praktek yang sesuai dengan keterbaruan zaman namun tetap mengedepankan nilai-nilai historis yang terkandung didalamnya.

Jangan sampai penguatan wawasan kebangsaan yang akan kita bangun malah tidak mampu dieksekusi di lapangan. Salah satunya dengan mengisi ruang-ruang publik dengan nilai-nilai sejarah peradaban bangsa Indonesia, peradaban-peradaban besar adalah karya akumulatif antar generasi.

Bangsa kita ini tidak merdeka dengan darah satu orang, ide satu orang dan air mata satu orang, sehingga yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah sebuah tim impian untuk menyebarluaskan nilai-nilai sejarah bangsa untuk memupuk rasa nasionalisme.

 

 

Oleh: Dian Firdaus Yusuf
Editor: Hafizah Fikriah Waskan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *