SANG PENJINAK 3
Saya masuk ke kelas IIB satu minggu satu kali, selama 30 menit. Tapi anak-anak kelas IIB setiap hari dan ketika bertemu di sekolah, selalu bilang “Pak, lanjutkan cerita pak…” Sambil memeluk-meluk kaki saya, berasa di sembah menjadi guru. Entah mereka ingat atau tidak terkait pelajaran yang saya sampaikan atau pelajaran yang malah menjadi selingan.
Akhirnya saya kembali lagi ke kelas IIB, berdiri di depan mengucapkan salam pembuka. Bukannya dijawab, salam saya malah terpotong oleh suara dari satu orang “cerita, cerita, cerita…” selanjutnya satu kelas mulai riuh bercampur dentuman meja “cerita, cerita, cerita…”. Saya berasa menjadi gladiator di arena pertenpuran.
Saya mengangkat tangan memberikan isyarat untuk mereka agar tenang beberapa kali. “baik” kata saya mulai ber ujar. “sebelum memulai cerita, bapak ingin kita belajar dahulu selama 15 menit terkait materi yang kalian tulis pada minggu kemaren. Setuju?”
“Setuju” Jawab mereka serempak.
Saya menjelaskan materi, mereka diam. Entah diam karena terpaku dengan materi yang saya sampaikan atau terpaku karena pikiran mereka penuh misteri terkait alur cerita yang akan saya sampaikan.
“baik, sekarang bapak akan bercerita, siap mendengarkan?”
“Siap..”
“Tapi kemaren sudah sampai mana?”
“Sampai cincin keempat Pak, jari jempol, makhluk besar seperti gajah…”
Cincin keempat dilepaskan dari jari jempol. Makhluk itu bernama Hajag, berbadan besar seperti gajah muncul jelmaan dari cincin. Hajag mendekati presiden Soekarno, lalu membungkuk seolah bisa merasakan aura kepemimpinan beliau. Presiden Soekarno naik ke punggung Hajag, perlahan masuk kedalam tubuh Hajag lalu menghilang.
Sang penakluk naik punggung Hajag, mengarahkannya menembus setiap dinding goa labirin penjara rahasia. Dinding di depan Hajag melebur menjadi debu, seolah membuka jalan. Setelah berhasil keluar, penjara rahasia itu tenggelam dalam kehancuran.
Makhluk kelima muncul berubah cincin jari manis sang penjinak. Makhluk ini terlihat seperti awan berwarna kuning keemasan. Perlahan-lahan awan itu membesar menutupi sang penjinak dan tubuh Hajag.
Sang penjinak berkata “Nawa, pindahkan kami ke Istana Merdeka.”
Penglihatan sang penjinak mulai kabur memutih, setelah beberapa saat kembali seperti semula dan mereka sudah berada di depan Istana Merdeka. Para pasukan dari Resimen Cakrabirawa mengelilingi mereka mengacungkan senjata. Lalu salah satu dari mereka bersuara lantang,
“turunkan senjata kalian. Mereka adalah sekutu kita”
Hajag yang semula berdiri perlahan duduk menurunkan sang penjinak dari punggungnya dan kemudian mengeluarkan Presiden Soekarno dari dalam tubuhnya. Hajag kembali menjadi cincing ke tangan jari jempol sang penjinak. Presiden Soekarno tegap berdiri, beberapa anak kecil berlari menghampiri dan memeluk beliau.
Presiden Soekarno mengucapkan terima kasih kepada sang penjinak.
Nawa mengelilingi sang penjinak, lalu mereka menghilang bagai asap yang diterpa angin…
Tamat
“Cerita lagi pak…” teriak Azka si kecil. Teman-teman yang lain juga ikut bersuara.
Tapi bel tanda jam berakhir telah berbunyi, saya cepat-cepat mengucapkan kalimat templatt penutup pelajaran.
“Sekian dari bapak. Semoga lain waktu kita akan bertemu dengan suasanan yang lebih menyenangkan, pelajaran yang baru dan dengan lanjutan cerita yang lebih menarik. Cuci tangan sampai bersih, cukup sekian dan terima kasih…”
“BERSAMBUNG”
(DIL/RON)