Kontroversi Pondok Pesantren Al-Zaytun
Pondok pesantren yang terletak di Indramayu, Jawa Barat akhir-akhir ini selalu menghiasi layar televisi. Al-Zaytun merupakan pondok pesantren yang tengah diduga melakukan penyimpangan ajaran agama islam, tindak pidana, dan aksi kriminal. Kasus tersebut menyeret sang pimpinan, yakni Panji Gumilang. Kasus ini menjadi perhatian banyak orang bukan hanya masyarakat yang begitu geram melainkan juga berbagai pihak, terutama MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang membentuk tim pengkajian dan telah melaporkan hasil penelitiannya. Selain itu, Wakil Presiden, Ma’ruf Amin juga meminta Menag dan Menko Polhukam turut tangani masalah penyimpangan ajaran agama islam di pondok pesantren tersebut.
Beberapa penyimpangan ajaran agama islam di pondok pesantren Al-Zaytun, yaitu:
- Diperbolehkannya zina bagi mereka yang memiliki kekayaan, karena mereka yang kaya bisa menebus dosa tersebut dengan uang.
- Barisan shalat dibuat renggang dan ada jemaah perempuan di barisan depan.
- Mengganti kalimat syahadat menjadi tidak ada negara kecuali negara islam, selain negara islam maka kafir.
- Memerbolehkan melaksanakan haji di pondok pesantren dengan mengelilingi pondok pesantren tersebut sebagai ganti ka’bah.
- Salam umat muslim diganti menjadi salam yahudi.
- Al-qur’an disebut sebagai karangan Nabi Muhammad SAW, bukan wahyu dari Allah SWT.
Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pimpinan pondok pesantren membuat aksi demo dan laporan yang luar biasa dari masyarakat bahkan sampai ada aksi saling dorong dengan aparat kepolisian. Hal tersebut terjadi karena masyarakat mengganggap ajaran tersebut merupakan penistaan terhadap agama.
Pondok pesantren yang kerap kali dianggap sebagai tempat pembersih diri agar menjadi manusia yang lebih baik, agamawan yang bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitar justru berpindah haluan. Ajaran islam seolah ditunggangi segilintir orang untuk mewujudkan tujuan pribadi tanpa memikirkan syariat lagi. Indonesia bukan pertama kali dilanda masalah penyimpangan ajaran agama islam. Hal tersebut seolah hanyalah membuka kembali lembaran-lembaran sejarah mengenai penistaan agama. Negara dengan mayoritas muslim, tidak menjadikan Indonesia bebas dari masalah agama justru sebaliknya. Agama kini menjadi sasaran empuk untuk ditunggangi.
Saran saya Pemerintah harus secepatnya menyelesaikan masalah dugaan penyimpangan agama ini, jika tidak, ancaman yang lebih besar sudah menghadang di depan mata. Seperti adanya ajaran agama atau mahzab baru yang akan berkembang di Indonesia. Dan untuk masyarakat sendiri, cobalah untuk meredam emosi bukan sebaliknya menggeruduk dengan aksi massa yang luar biasa. Kita harus sadar bahwa sebagai umat beragama kita harus tunduk dan patuh terhadap ajaran-ajaranNYA dan pemimpin kita, bukan sebaliknya melakukan berbagai hal dengan mengatasnamakan agama. Jangan sampai karena agama kita saling serang dan terpecah belah. Belajarlah menjadi umat beragama yang bijak dan memanusiakan manusia. (ZR/IAN)