Sasirangan Warna Alam,Ramah Lingkungan dan Bernilai Budaya
Selain memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti batu bara, Kalimantan Selatan juga beruntung sebab juga memiliki budaya serta kearifan lokal yang begitu beragam, salah satunya kain sasirangan. Sasirangan merupakan kain khas dari Kalimantan Selatan, sasirangan sendiri berasal dari bahasa banjar yaitu sirang yang berarti menjalujur, sedangkan jalujur merupakan teknik yang dilakukan untuk membentuk pola pada kain sasirangan.
Menurut cerita rakyat atau sahibul hikayat, kain sasirangan yang pertama dibuat yaitu tatkala Patih Lambung Mangkurat bertapa selama 40 hari 40 malam di atas rakit balarut banyu. Menjelang akhir tapanya rakit Patih tiba di daerah Rantau kota Bagantung. Dilihatnya seonggok buih dan dari dalam buih terdengar suara seorang wanita, wanita itu adalah Putri Junjung Buih yang kelak menjadi Raja di Banua ini. Tetapi ia baru muncul ke permukaan kalau syarat-syarat yang dimintanya dipenuhi, yaitu sebuah istana Batung yang diselesaikan dalam sehari dan kain dapat selesai sehari yang ditenun dan dicalap atau diwarnai oleh 40 orang putri dengan motif wadi/padiwaringin. Itulah kain calapan / sasirangan yang pertama kali dibuat.
Oleh karena itu pada awal kemunculannya kain sasirangan digunakan oleh masyarakat sebagai media ritual untuk mengobati penyakit atau juga mengusir roh jahat sesuai dengan motif serta warna dari kain sasirangan. Beberapa motif kain sasirangan yang sering di temui seperti Motif Sasirangan Ramak Sahang adalah salah satu jenis rempah-rempah yang biasa kita kenal sebagai merica. Sedangkan ramak (bahasa Banjar) artinya hancur, jadi ramak sahang artinya merica hancur. Motif ini hampir mirip dengan motif hiris pudak yang berganda dua, tapi gambarnya terputus-putus tidak senyawa. Ada juga Motif Sasirangan Dara manginang atau dengan istilah Banjar “Galuh Manginang” adalah seorang gadis Banjar dahulu yang baru makan sirih, sehingga air liurnya yang merah karena gambir sampai meleleh keluar bibir. Akan tetapi kebiasaan ini sekarang sudah jarang sekali dijumpai di masyarakat Banjar karena pergeseran zaman ke masyarakat modern. Oleh sebab itu lah momen seperti ini diabadikan sebagai salah satu motif batik sasirangan. Sebagai penginggat masyarakat Banjar bahwa dulu nenek moyang mereka dulu sering menginang. Motif ini biasanya lebih dominan berwarna merah menyala.
Kain sasirangan ini zaman dahulu biasanya berbentuk laung (ikat kepala), kekamban (kerudung) dan tapih bumin (kain sarung) namun seiring perkembangan zaman penggunaan kain sasirangan bebas dikenakan oleh siapa saja dan tidak lagi hanya terfokus untuk kebutuhan ritual atau upacara adat melainkan merambah ke dunia fashion seperti hoodie, kaos, tas, bahkan aksesoris untuk souvenir pernikahan. Meningkatnya peminat dari kain sasirangan tentu membuat produksinya tahun ke tahun semakin meningkat, salah satu imbas nya makin banyak limbah cairan pewarna tekstil yang tidak diolah dan langsung dibuang hingga mencemari lingkungan.
Salah satu solusi nya adalah dengan menggantikan pewarna tekstil dengan pewarna alami, dengan begitu bukan hanya dapat melestarikan budaya tapi juga lingkungan dari zat pewarna tekstil (kimia). Pewarna alam biasanya berasal dari tumbuhan seperti kayu ulin, kulit rambutan, buah gincu, kunyit, buah ketapang, daun jati, daun mangga, jalawe, tiwadak banyu dan tanaman indigofera. Selain aman untuk lingkungan karena tidak menghasilkan limbah yang berbahaya penggunaan pewarna alami juga memiliki beberapa keunggulan seperti tidak akan membuat iritasi kulit, warna yang dihasilkan natural, dan juga bahan pewarna yang mudah di temukan serta di budidayakan.
Kunyit salah satu jenis rempah yang ada di Kalimantan Selatan juga dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alam untuk menghasikan warna kuning pada kain sasirangan, warna kuning yang di hasilkan dari fiksasi kunyit memang cenderung sangat di gandrungi karena memiliki ciri khas yang tidak dimiliki pewarna tekstil/kimia. Sebelum digunakan biasanya kunyit tersebut di jemur terlebih dahulu hingga kering kemudian dihaluskan. Kunyit yang sudah berbentuk bubuk itulah yang nantinya akan menjadi bahan pewarna alami untuk kain sasirangan..
Pembuatan kain sasirangan warna alam sebenarnya hampir sama dengan cara pembuatan sasirangan dengan bahan pewarna tekstil/kimia, hanya saja yang membedakan adalah pada proses pembuatan cairan pewarna pada sasirangan warna alam yang harus didiamkan selama beberapa waktu agar bisa digunakan dan menghasikan warna terbaik.
Di Banjarmasin salah satu tempat yang menjual kain sasirangan warna adalah di kampung sasirangan. Kampung Sasirangan, terletak di Jalan Seberang Masjid Kelurahan Kampung Melayu, di resmikan sejak 2010 hingga kini telah dijadikan salah satu obyek wisata untuk para wisatawan yang berkunjung ke Banjarmasin. Kampung sasirangan juga biasanya adalah tempat strategis untuk para pencinta kain tradisional karena disana menjual souvenir kerajinan, kain dan busana sasirangan dengan motif yang sangat terbatas atau eksklusif. Pembentukan kampung sasirangan oleh Dinas Pariwisata Pemkot Banjarmasin ini bertujuan memudahkan pembeli sekaligus sarana pembinaan kepada usaha mikro kecil dan menengah untuk meningkatkan membantu mereka dalam pengelolaan usaha yang di miliki. (GIN/DEL)