Katanya Warga Negara Bebas Berpendapat, Tapi Kok Dipenjara?
OPINI – Kalian pernah tidak berada pada fase takut untuk bersuara atau berpendapat di depan umum? Jujur, kalau saya sendiri pernah, alasannya karena melihat seorang komika yang biasanya menyampaikan keresahan atau kritik melalui jokes yang ia lontarkan dengan sarkas, ini sebenarnya contoh yang sangat sederhana dan mungkin kita semua tahu ya teman-teman.
Saya pribadi pernah membaca bahwa dalam UU.No 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia pasal 3 ayat 2 berbunyi “Setiap orang berhak untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun media elektronik dengan memperhatikan nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.”
Nah, sambung cerita, komika ini biasanya membahas mengenai isu yang sedang hangat dan jadi sorotan publik, tiba-tiba setelah itu nama komika ini ramai dengan pemberitaan miring di media sosial twitter, ada yang menyebutnya dengan istilah serangan buzzer. Ada juga seorang pengemudi ojek online yang menyuarakan keluhan komunitasnya akhirnya berbuntut ancaman pidana.
Kita semua mungkin tahu bahwa berpendapat dan mengeluarkan pikiran di muka umum dilindungi oleh negara, hanya saja pada praktiknya ada hal yang kita lupakan. Yaitu hak, nama baik dan martabat orang lain.
Dengan kemajuan teknologi digital dan sekarang rata-rata dari kita sudah menggunakan media sosial, bahkan media sosial menjadi sangat akrab dengan kita, menjadi bagian dari keseharian kita. Artinya potensi informasi jauh lebih cepat dan mudah tersebar, untuk itu kita perlu berhati-hati dalam melakukan sesuatu, terutama berpendapat karena dikhawatirkan apabila apa yang kita ucapkan adalah hal yang keliru, maka bisa saja menggiring opini publik yang juga keliru. Bukan berarti kita sama sekali tidak boleh berpendapat ya teman-teman, yang perlu kita perhatikan adalah batasan, konteks bahasan, dan cara kita menyampaikan. Karena dibalik hak kita terselip hak orang lain yang juga harus kita hargai. Semoga saja kita menjadi orang yang semakin bijak dalam berkomentar dan tahu kapan waktunya harus kritis. (Sa/Nov)