free page hit counter

Local Genius Pasantren

Pesantren adalah hasil local genius bangsa Indonesia. Local genius dipahami sebagai kemampuan daya cipta dalam proses pembentukan kebudayaan masyarakat sesuai dengan kondisi dan keinginan masyarakat yang bersangkutan pada masa itu. Dengan kata lain, dalam konteks Indonesia, pesantren merupakan model lembaga pendidikan yang lahir dari proses akulturasi, asimilasi, dan dialektika antara nilai Islam di satu sisi dengan kebudayaan lokal di sisi yang lain.

Sebab lahir dari rahim sejarah bangsa ini, pesantren tidak pernah mempertentangkan antara Islam dengan keindonesiaan. Justru sebaliknya, ia selalu mendialogkan dan memperkokoh antara keduanya. Internalisasi moralitas Islam ala pesantren dilakukan dengan cara menggandeng kebudayaan adi luhung dari bangsa ini.

Oleh karenanya, pesantren mendapat nilai unggul dan posisi strategis di masyarakat. nilai unggul itu terletak pada pendidikan yang dijalankan yang mengakar dan dekat dengan realitas kehidupan masyarakat. Pesantren bukan institusi asing yang dipaksakan, ia merupakan bagian dari gerak nadi masyarakat.
Sebagai bagian dari gerak nadi masyarakat, maka fungsi pesantren tidak terbatas pada ranah pendidikan (tarbiyah) saja, melainkan juga melakukan kerja-kerja dakwah keagamaan (diniyah) dan sosial kemasyarakatan (ijtimaiyah). Ketiga fungsi inilah yang membuat pesantren mendapat posisi strategis dalam transformasi masyarakat.

Keislaman dan Keindonesiaan
Pesantren adalah lembaga yang paling kukuh dalam memegang prinsip bahwa antara keislaman dan keindonesiaan itu ibarat dua sisi koin mata uang. Keduanya satu tarikan napas yang tidak bisa dipisahkan. Ini bisa buktikan dari dua kacamata, yakni historistas dan fungsionalitas dari pesantren itu sendiri.

Sejarah sudah mencatat pesantren memiliki kontribusi besar dalam mengawal, mempertahankan, dan merawat bangsa ini. Para kiai, santri dan masyarakat sejak dulu ikut ambil bagian dalam perang melawan kolonialisme dan imperialisme. Melawan penjajah menurut kaum santri adalah bagian membela bangsa yang telah terzalimi.

Pasca kemerdekaan, tugas mempertahankan negara ini agar tidak direbut penjajah lagi dikumandangkan oleh para kaum santri dari berbagai pelosok. Kiai adalah lokomotif pergerakan masyarakat dalam mempertahankan hak-haknya dari serbuan penjajah yang ingin masuk kembali. Puncaknya bisa dilihat dari seruan Hadratussyekh K.H. Hasyim Asy’ari yang mengatakan perang untuk mempertahankan kemerdekaan itu adalah jihad akbar.

Tugas ini masih diemban sampai sekarang. Dalam sejarahnya, merawat bangsa ini adalah bagian inheren dalam tradisi pesantren. Konstruksi kebangsaan kaum pesantren bisa dilihat dari gagasan dan tindakan yang dilakukan selalu membawa kemaslahatan bagi bangsa dan negara.

Mulai dari prinsip Islam dan nasionalisme itu tidak bertentangan, cinta tanah air sebagian dari iman, doa kebangsaan yang dilakukan saban tahun, keislaman dan keindonesiaan dua hal yang tidak bisa dipisahkan, sampai kepada keputusan yang terbaru, bahwa dalam konteks bernegara, tidak ada lagi istilah kafir, semuanya adalah warga-negara (muwatin).

Secara fungsionalitas, bisa dibuktikan dari fungsi pesantren seperti disebutkan di atas. Pendidikan (tarbiyah) ala pesantren adalah pendidikan yang membumi dan inklusif. Membumi sebab ia tidak lepas dari kebudayaan masyarakat, inklusif sebab pesantren selalu membuka diri terhadap perubahan realitas kebudayaan Indonesia.

Fungsi keagamaan (diniyah) juga demikian, pesantren mengedepankan Islam yang moderat, mengadopsi budaya lokal sebagai instrumen untuk melakukan kerja-kerja dakwah kenabian. Dan selalu mengedepankan kemaslahatan bersama di atas segalanya. Konsepsi keagamaan pesantren adalah agama yang membebaskan manusia sesuai dengan nilai-nilai keindonesiaan.

Sikap akomodatif ini merukan model besar dalam fungsi sosial kemasyarakatan (ijtimaiyah). Pesantren adalah tempat bertanya masyarakat dalam segala hal. Kiai merupakan agen transformasi masyarakat ke arah yang ideal. Meminjam Istilah Gus Mus, jika masyarakat bertolak belakang dengan penguasa maka yang didukung kiai adalah masyarakat, pun demikian jika masyarakat melawan penguasa, maka kiai selalu garda terdepan dalam menyokong masyarakat.

Ancaman Ideologi Trans-nasional
Penetrasi ideologi trans-nasional membuat posisi pesantren menjadi berubah. Virus takfirisme, wahabiisme, dan khilafah menjadikankan wajah pesantren tidak seperti dulu lagi. Pesantren sebagai local genius bangsa ini mulai tercederai. Tak jarang ada pesantren yang jauh dari semangat keindonesiaan. Bahkan sudah menjadi rahasia umum, ada beberapa pesantren yang jadi musuh masyarakat sebab membuat resah dengan paham keagamaan yang ekstrim dan tidak sesuai dengan kebudayaan masyarakat.

Narasi kebencian yang menganggap hanya golongannya yang benar, yang lain salah tidak sesuai dengan historisitas dan fungsionalitas dari pesantren itu sendiri. Pesantren yang disusupi ideologi trans-nasional bukannya mendamaikan, malah membuat resah, polarisasi, bahkan konflik di tengah masyarakat.

Pesantren yang terkapar dengan virus radikalisme tentu bukan representasi dari pesantren sejati. Sejatinya itu bukan pesantren. Ia adalah lembaga provokasi dan doktrinasi yang ditentang oleh pesantren itu sendiri.
Keresahan ini ternyata ditanggapi oleh negara dengan adanya UU Pesantren yang tidak memberikan tempat lagi pada “pesantren abal-abal” yang tidak pro terhadap nilai kebudayaan, kemanusian, dan keindonesian.

Jika ada tugas yang berat bagi kaum santri adalah membersihkan nama baik pesantren sebagai lembaga pendidikan, keagamaan, dan kemasyarakatan yang dekat dengan realitas hidup masyarakat dari pesantren yang membuat rusuh, bersifat antagonis, dan selalu mempertentangkan keislaman dan keindonesiaan. Kita harus tetapi merawat pesantren sebagai local genius bangsa ini.

 

Oleh: Hamka Husein Hasibuan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *